Tepis Fraksi PSI, Ketua Dewas PAM Jaya Sebut IPO Berdampak Positif ke Masyarakat Jakarta

Ketua Dewan Pengawas Perusahaan Umum Daerah Perusahaan Air Minum Jaya (Perumda PAM Jaya), Prasetyo Edi Marsudi, memberikan tanggapan tegas terhadap penolakan politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jakarta, Francine Widjojo, terkait rencana PAM Jaya untuk melantai di bursa saham atau go public.

Menurut Prasetyo, Francine tidak sepenuhnya memahami kondisi riil PAM Jaya saat ini, terutama setelah kedua operator swasta, Palyja dan Aetra, mengakhiri kerja sama dan menyerahkan sepenuhnya pengelolaan air bersih kepada PAM Jaya di ibu kota. Prasetyo menegaskan bahwa rencana Initial Public Offering (IPO) PAM Jaya bukan sekadar wacana, melainkan penugasan khusus dari Gubernur Jakarta Pramono Anung Wibowo, dengan target pelaksanaan pada tahun 2027. “Kita fokus pada kerja, bukan mencari siapa yang benar atau salah,” ujar Prasetyo dalam keterangan resminya pada Kamis (21/8).

Mengenai tudingan Francine bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang perubahan badan hukum PAM Jaya bukan usulan dari komisi maupun fraksi di DPRD Jakarta, Prasetyo justru menekankan bahwa usulan eksekutif yang telah dikirimkan ke DPRD dan Bapemperda wajib dilaksanakan jika disetujui. Ia menambahkan, “Kalau itu disetujui oleh fraksi-fraksi, ya harus dilaksanakan. Kalau ternyata fraksi PSI menolak, itu tidak masalah.” Mantan Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2024 ini juga menegaskan bahwa perubahan status badan hukum PAM Jaya merupakan langkah strategis demi kebaikan bersama, yakni untuk memastikan akses air bersih yang merata bagi seluruh masyarakat Jakarta.

Prasetyo optimistis bahwa target IPO di Bursa Efek Indonesia justru akan mendorong PAM Jaya untuk bekerja lebih keras dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Pasalnya, untuk dapat menawarkan saham kepada investor, perseroan harus terlebih dahulu membangun kepercayaan publik. Data terkini menunjukkan, cakupan jaringan pemipaan air bersih PAM Jaya di Jakarta baru mencapai 73%. Sementara itu, direksi PAM Jaya dituntut untuk mengejar target cakupan hingga di atas 80% sebagai salah satu prasyarat utama sebelum go public.

“Cakupan PAM Jaya sekarang 73% di seluruh wilayah Jakarta. Kalau mau IPO, targetnya harus di atas 80%. Sisa itu harus kami kejar, jadi IPO itu bukan tanpa syarat,” jelas Prasetyo. Ia menegaskan bahwa direksi harus menunjukkan kinerja terbaiknya kepada masyarakat terlebih dahulu. “Masyarakat bisa menilai kinerja PAM Jaya. Pokoknya, cakupan jaringan pemipaan harus mencapai 83% kalau PAM Jaya mau IPO. Kami akan kerja keras mengejar itu,” tambahnya.

Oleh karena itu, Prasetyo mengajak seluruh pihak, termasuk fraksi PSI Jakarta, untuk mendukung penuh visi Gubernur Jakarta Pramono Anung dan jajaran direksi PAM Jaya dalam meningkatkan layanan publik. Salah satu strategi kunci adalah mengubah status PAM Jaya menjadi perusahaan publik yang lebih profesional, berorientasi kinerja, dan mampu menyajikan pelayanan prima kepada masyarakat.

“Jadi begini, jangan dipikir dengan IPO lantas pelayanan PAM Jaya jadi buruk. Justru sebaliknya, jika PAM Jaya go public, yang mengawasi bukan hanya Pemerintah Provinsi Jakarta, tapi seluruh masyarakat hingga investor. Ini tentu akan menciptakan iklim kerja yang sangat positif bagi perseroan,” papar Prasetyo.

Sebelumnya, Gubernur Jakarta Pramono Anung Wibowo memang telah menyampaikan pesan kepada jajaran direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar bekerja secara profesional, sehingga perusahaan milik Pemprov Jakarta tersebut mampu go public atau IPO. Gubernur Pramono Anung menargetkan dua BUMD Jakarta yang akan melantai di Bursa Efek Indonesia dalam waktu dekat, yaitu Bank Jakarta dan PAM Jaya. “Saya yakin, melihat respons publiknya, dua BUMD ini bisa kita lakukan IPO, kemudian disusul BUMD lainnya. Saya juga mengapresiasi gagasan dan ide di lapangan untuk pengembangan BUMD menjadi lebih baik lagi,” kata Gubernur Pramono Anung pada Rabu (6/8).

Namun, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta dari Fraksi PSI, Francine Widjojo, tetap menolak usulan perubahan badan hukum PAM Jaya untuk dimasukkan dalam revisi Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Tahun 2025. Menurut Francine, Ranperda tentang perubahan badan hukum PAM Jaya itu bukan inisiatif dari komisi maupun fraksi di DPRD Jakarta, melainkan mendapat prioritas hanya karena usulan dari Gubernur Pramono Anung. Francine berpendapat bahwa PAM Jaya seharusnya tetap berstatus sebagai Perumda yang berorientasi pada pelayanan publik, mengurus hajat hidup masyarakat terkait air bersih. Ia khawatir, jika go public dan menjadi perseroan daerah (Perseroda), PAM Jaya akan lebih fokus pada kegiatan bisnis yang kompetitif dan mencari keuntungan semata.

Scroll to Top