Tarif Ojol Naik
Pinjam Indonesia – , Jakarta – Wacana kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8 hingga 15 persen oleh Kementerian Perhubungan menuai sorotan tajam. Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) menilai langkah ini berpotensi besar mengurangi akses masyarakat terhadap layanan transportasi digital, khususnya bagi konsumen berpenghasilan menengah ke bawah serta para pelaku UMKM yang bergantung pada layanan ini. FKBI secara tegas menyatakan bahwa kebijakan kenaikan tarif tidak akan efektif tanpa adanya pembatasan komisi yang diambil oleh pihak aplikator.
“Kenaikan tarif hanya akan memberikan dampak positif yang signifikan jika aplikator tidak memungut porsi berlebih dari pendapatan pengemudi. Batasan potongan komisi sebesar 15 persen adalah angka rasional yang dapat menjamin perlindungan konsumen sekaligus memastikan pengemudi memperoleh manfaat pendapatan yang nyata,” ungkap Ketua FKBI, Tulus Abadi, dalam keterangan media yang dirilis pada Jumat, 25 Juli 2025.
Untuk mendukung pandangannya, FKBI memaparkan hasil riset nasional yang melibatkan 650 responden dari berbagai latar belakang, mencakup pengguna ojol, mitra pengemudi, serta pelaku UKM dan UMKM. Riset ini menganalisis kesediaan membayar (Willingness to Pay/WTP) dan kemampuan membayar (Ability to Pay/ATP) konsumen. Hasilnya cukup mengkhawatirkan: lebih dari 68 persen konsumen mengindikasikan akan mengurangi frekuensi penggunaan layanan ojol atau menunggu diskon jika tarif mengalami kenaikan.
Dampak kenaikan tarif terhadap pendapatan pengemudi juga menjadi perhatian serius. Simulasi dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) menunjukkan bahwa dengan potongan komisi aplikator yang tetap di angka 20 persen, mitra pengemudi hanya akan memperoleh tambahan pendapatan bersih sekitar Rp 8.000 hingga Rp 15.000 per hari, sebuah angka yang relatif kecil. Berbeda halnya dengan simulasi FKBI, yang mengusulkan skema komisi 15 persen. Dalam skema ini, pendapatan bersih pengemudi diperkirakan dapat meningkat signifikan menjadi sekitar Rp 122.187 per hari, atau naik sekitar 15 persen. Menariknya, pada skema komisi 15 persen ini, harga per perjalanan masih berada dalam kisaran yang wajar, yakni antara Rp 14.375 hingga Rp 16.912.
FKBI menekankan urgensi pelibatan aktif mitra pengemudi dan konsumen dalam setiap proses penetapan tarif dan skema kerja. Mereka juga menuntut transparansi penuh atas penggunaan komisi yang dipungut oleh aplikator. Menurut FKBI, prinsip keadilan relasional yang merata antara aplikator, pengemudi, dan konsumen harus menjadi fondasi utama dalam membangun ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan.
Menyikapi permasalahan ini, FKBI mendesak Kementerian Perhubungan dan Komisi V DPR RI untuk segera mengimplementasikan enam langkah strategis. Pertama, menetapkan batas maksimal komisi aplikator sebesar 15 persen secara nasional. Kedua, menyusun formula tarif berbasis WTP dan ATP yang disesuaikan dengan zona wilayah. Ketiga, mewajibkan audit dan pelaporan berkala atas penggunaan potongan komisi oleh aplikator untuk menjamin akuntabilitas.
Langkah keempat adalah melibatkan lembaga perlindungan konsumen secara aktif dalam setiap regulasi terkait transportasi daring. Kelima, mendorong keterlibatan Kementerian Komunikasi dan Digital serta Kementerian Ketenagakerjaan untuk memastikan aspek digital dan ketenagakerjaan terintegrasi dalam regulasi. Terakhir, langkah keenam adalah menyusun regulasi komprehensif terkait keberadaan ojek online yang tidak hanya fokus pada tarif, tetapi juga standar layanan yang menjamin keamanan, keselamatan, dan standardisasi bagi para mitra pengemudi.