Jajaran 10 emiten teratas berdasarkan kapitalisasi pasar atau market cap kini menunjukkan semakin beragamnya sektor yang mewarnai bursa saham. Selain dominasi saham perbankan, kini saham dari sektor komoditas hingga petrokimia turut mengukir tempat di klasemen teratas.
Berdasarkan data resmi dari Bursa Efek Indonesia (BEI) per Jumat (4/6), posisi puncak sebagai emiten dengan market cap terbesar masih kokoh diduduki oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Kapitalisasi pasar emiten berlogo bunga cengkeh ini berhasil menembus angka Rp 1.056 triliun pada penutupan perdagangan Jumat (4/4), jumlah yang setara dengan 8,75% dari total seluruh kapitalisasi pasar di BEI.
Pergeseran peta persaingan emiten berkapitalisasi besar semakin terlihat dengan menempatnya saham-saham milik taipan Prajogo Pangestu di urutan kedua dan ketiga. PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) menduduki posisi kedua dengan market cap mencapai Rp 848 triliun, atau setara 7,02% dari total kapitalisasi pasar BEI. Menyusul di belakangnya adalah PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) di posisi ketiga, dengan market cap senilai Rp 763 triliun yang mewakili 6,32%. Sementara itu, saham perbankan lainnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), masing-masing berada di posisi keenam dan ketujuh, dengan market cap sebesar Rp 551 triliun dan Rp 438 triliun.
Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, mengamati bahwa kontribusi saham perbankan dalam jajaran penggerak utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang mulai mengecil di paruh pertama tahun ini. Meskipun demikian, BBCA, BBRI, dan BMRI tetap menjadi pemain inti yang signifikan. “Pergerakan sektor perbankan cenderung mulai terbatas di akhir semester I-2025, apalagi di tengah penyesuaian margin bunga bersih dan normalisasi pertumbuhan kredit,” jelas Miftahul pada akhir pekan lalu.
Sejalan dengan pandangan tersebut, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, berpendapat bahwa komposisi ideal saham-saham berkapitalisasi besar seharusnya diisi oleh emiten dari berbagai sektor. “Kalau big caps diisi oleh saham dari masing-masing sektor yang ada, ini akan lebih mampu memberikan kestabilan bagi IHSG,” ucap Nico. Ia menegaskan bahwa pergerakan bursa, atau IHSG, sebaiknya tidak hanya bergantung pada satu sektor saja, sehingga potensi rotasi sektor di jajaran saham-saham unggulan sangat terbuka lebar.
Nico menambahkan contoh saat PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) melantai di BEI, di mana saham teknologi tersebut sempat mampu masuk ke jajaran 10 besar. Namun, seiring berjalannya waktu, kapitalisasi pasar GOTO menyusut. “Fundamental, valuasi, dan prospek suatu sektor akan menentukan seberapa jauh suatu saham akan bertahan. Kalau suatu didukung tiga hal itu, maka harga sahamnya akan naik dan otomatis mendorong market cap,” kata Nico, menggarisbawahi pentingnya fondasi fundamental yang kuat.
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, juga mengakui bahwa meskipun porsi saham perbankan mulai berkurang, dominasi BBCA, BBRI, dan BMRI dalam jajaran 10 besar market cap IHSG saat ini masih sangat relevan. “Ketiganya memang masih menjadi penggerak utama indeks. Namun secara ideal, IHSG sebaiknya lebih terdiversifikasi dan tidak terlalu bergantung pada sektor keuangan saja,” jelasnya.
Potensi Rotasi Sektor
Di sisi lain, Miftahul menilai bahwa paruh kedua tahun ini masih menyimpan potensi rotasi yang sangat terbuka lebar di jajaran 10 emiten teratas. Hal ini terlihat dari keberhasilan TPIA yang melesat naik ke posisi kedua. Menurutnya, kemampuan TPIA menembus jajaran tiga teratas sebagai saham dengan kapitalisasi pasar terbesar menunjukkan bahwa sektor petrokimia, khususnya yang berkaitan dengan hilirisasi, sedang menjadi sorotan utama pasar.
Meskipun demikian, Miftahul menekankan bahwa potensi rotasi sektor di jajaran 10 teratas ini masih akan sangat bergantung pada performa kinerja keuangan masing-masing emiten serta daya tarik sektoral dalam beberapa periode mendatang. Ia juga menyoroti rencana Initial Public Offering (IPO) anak usaha TPIA, yakni PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA). Menurutnya, ada ekspektasi tinggi dari pasar terhadap CDIA, terutama jika perusahaan investasi tersebut mampu membangun narasi yang kuat.
Untuk dapat masuk ke jajaran 10 besar market cap seperti BREN pasca-IPO, lanjut Miftahul, perjalanan CDIA masih cukup panjang dan sangat bergantung pada sentimen pasar, likuiditas, serta narasi yang akan dibangun ke depan. Namun, dari jajaran 10 emiten teratas, saham pilihan Miftahul jatuh pada sektor perbankan, yaitu BBRI dengan target harga 12 bulan ke depan di Rp 4.720 dan BMRI di Rp 6.300. Sementara itu, Ekky menilai saham TPIA, AMMN, DSSA, dan TLKM menarik untuk dicermati dalam jangka pendek.
Ringkasan
Jajaran 10 emiten teratas berdasarkan kapitalisasi pasar di bursa saham kini semakin beragam, tidak lagi didominasi saham perbankan. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tetap menduduki posisi puncak, namun saham Prajogo Pangestu seperti PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kini menduduki peringkat kedua dan ketiga. Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) masing-masing berada di posisi keenam dan ketujuh.
Para analis mengamati kontribusi saham perbankan terhadap IHSG mulai mengecil di paruh pertama tahun ini, meskipun BBCA, BBRI, dan BMRI tetap signifikan sebagai penggerak indeks. Mereka berpendapat bahwa komposisi saham berkapitalisasi besar yang ideal seharusnya terdiversifikasi antar sektor untuk memberikan kestabilan IHSG. Potensi rotasi sektor di jajaran teratas sangat terbuka, bergantung pada kinerja keuangan emiten dan daya tarik sektoral ke depan.