Pinjam Indonesia JAKARTA. Mata uang Asia diproyeksi tetap menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pergerakan nilai tukar menunjukkan dominasi penguatan mata uang regional. Berdasarkan data Bloomberg per Kamis (3/7) pukul 07.41 WIB, Dolar Taiwan (TWD) memimpin penguatan di Asia dengan kenaikan signifikan 3,27% terhadap dolar AS secara bulanan. Diikuti oleh Won Korea (KRW) yang menguat 1,55%, dan Dolar Singapura (SGD) sebesar 1,33%. Mata uang lainnya seperti Ringgit Malaysia juga naik 0,65%, Yuan China (CNY) 0,5%, serta Yen Jepang (JPY) 0,33%. Kondisi ini selaras dengan tren pelemahan dolar AS, di mana indeks dolar pagi ini berada di level 96,69.
Pelemahan Dolar AS Buka Peluang, Reksadana Offshore Tetap Menarik di Kuartal II-2025
Nanang Wahyudin, Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, menjelaskan bahwa pergerakan indeks dolar (DXY) dalam satu bulan terakhir menunjukkan pelemahan terhadap mata uang utama dunia, termasuk di kawasan Asia. Fenomena ini didorong oleh semakin santernya prospek penurunan suku bunga oleh The Fed pada akhir tahun 2025, ditambah serangkaian data ekonomi Amerika yang mengindikasikan perlambatan, seperti melambatnya pertumbuhan tenaga kerja, di samping pertimbangan inflasi.
Lebih lanjut, Nanang menambahkan bahwa kondisi global turut mendukung pelemahan dolar AS. Hal ini terlihat dari pelepasan aset safe haven dolar seiring meredanya berbagai risiko global, mulai dari ketegangan geopolitik, batas waktu kesepakatan tarif impor antar mitra dagang Amerika, hingga membaiknya beberapa katalis di negara-negara terkait. Faktor-faktor ini secara kolektif mengurangi daya tarik dolar sebagai aset lindung nilai.
Dalam konteks mata uang utama Asia, Nanang menyoroti penguatan USDTWD yang telah terjadi selama tiga bulan terakhir. Dari level 33.292 per dolar, kini mata uang ini berada di 28.868, menunjukkan penguatan sebesar 10% di mana pada bulan ini saja telah naik 1%. Penguatan ini didukung oleh kuatnya inflow ke pasar saham Taiwan, yang juga merupakan pusat industri semikonduktor global. Meskipun demikian, potensi ketegangan ekonomi dengan China dapat menjadi faktor negatif. Proyeksi Nanang menunjukkan potensi penguatan TWD hingga area 27.500 per dolar, dengan perkiraan bertahan di rentang 28.000 – 30.000 pada akhir tahun.
Sementara itu, USDSGD telah mengalami penguatan secara beruntun selama lima bulan terhadap dolar AS. Nilai tukar Dolar Singapura dikenal stabil dan defensif, didukung oleh kebijakan moneter berbasis nilai tukar dari Otoritas Moneter Singapura (MAS). Mata uang ini juga berperan sebagai mata uang safe haven di kawasan regional. Potensi penguatan lanjutan untuk menguji area 1.19 – 1.23 sangat terbuka, terutama jika pelemahan dolar AS berlanjut seiring kebijakan pelonggaran The Fed di akhir tahun ini.
Harga Emas Rebound, Didukung Pelemahan Dolar AS
Kemudian, Nanang memproyeksikan bahwa mata uang gingseng, USDKRW, diperkirakan akan tetap berfluktuasi menguat di tengah peningkatan permintaan teknologi semikonduktor perangkat lunak dan aliran inflow yang masih gencar. Won Korea telah menguat sebesar 8,27% dalam tiga bulan terakhir hingga mencapai posisi 1353,44, meskipun awal bulan ini sedikit terkoreksi 0,41% menjadi 1.358,98. Potensi penguatan lanjutan masih terbuka lebar, terutama karena harga telah menembus support dari sisi teknikal, dengan ruang penguatan menuju 1320.00 di akhir tahun.
Berikutnya, Yuan China, USDCNY, menunjukkan tren penguatan dalam tiga bulan terakhir, dengan dua bulan sebelumnya telah menguat 1,47% per dolar ke posisi 7.1631, terlihat lebih stabil dibandingkan mata uang lain. Stabilitas Yuan tidak terlepas dari intervensi People’s Bank of China (PBoC) serta ekspektasi stimulus fiskal dan moneter yang menjadi penopang kebangkitan pertumbuhan ekonomi. Ini penting mengingat China saat ini berjuang menghadapi perlambatan ekonomi, masalah properti, dan utang lokal. Nanang memperkirakan Yuan akan mempertahankan area 7.000, dengan potensi pengujian area 6.700 jika terjadi penembusan, sementara area atas akan bertahan pada 7.300.
Harga Emas Menguat, Terdorong Pelemahan Dolar dan Perundingan AS-China
Selanjutnya, mengenai Yen Jepang, USDJPY, Nanang mengatakan bahwa tahun ini mata uang tersebut mencoba recovery pasca tekanan ekstrem yang dialami sebelumnya, di mana Yen sempat melemah hingga 161 per dolar, terendah dalam 30 tahun. Kampanye pengetatan kebijakan yang digencarkan oleh Bank of Japan (BOJ) berhasil membawa penguatan Yen ke kisaran 140 – 145 per dolar. Potensi penguatan lanjutan di semester kedua tahun ini menuju 138 – 143 sangat terbuka, seiring pelemahan dolar dan ruang untuk kenaikan suku bunga atau intervensi verbal dan fluktuatif oleh otoritas Jepang.
Nanang menyimpulkan bahwa untuk jangka pendek, mata uang yang paling menarik adalah TWD dan KRW. Keduanya memiliki fundamental yang cukup kuat, terutama dari sisi ekspor dan tenaga kerja, serta aliran inflow yang gencar, sehingga diperkirakan akan menguat hingga akhir tahun. Sementara itu, untuk jangka menengah, Yuan dan Yen menjadi pilihan menarik karena arah kebijakan masing-masing bank sentral yang dapat menopang penguatan mata uang terkait.
Maksimalkan Efek Pelemahan Dolar AS terhadap Rupiah, Analis Imbau Faktor Domestik
Dihubungi secara terpisah, pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menilai bahwa pergerakan mata uang Asia cenderung fluktuatif. Ia mengamati bahwa Dolar Singapura, Yuan China, dan Yen Jepang secara khusus mengalami penguatan yang cukup signifikan. Menurut Ibrahim, pelemahan dolar AS didorong oleh meredanya risiko geopolitik di Timur Tengah setelah tercapainya gencatan senjata 60 hari antara Israel dan Hamas. Selain itu, pasar juga terfokus pada pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak dan belanja AS.
Kekhawatiran seputar RUU tersebut sebagian besar terkait dengan potensi dampak terhadap utang pemerintah AS dan kesehatan fiskal, yang memicu aksi jual obligasi Amerika bernilai triliunan dolar. “Ini yang memicu aksi jual terhadap obligasi Amerika, sehingga menekan mata uang dolar. Hal ini yang membentuk fundamental sehingga mata uang Asia sedikit lebih kuat,” jelas Ibrahim, menguatkan pandangan mengapa mata uang Asia tertentu seperti dolar Singapura, yuan China, dan yen Jepang mengalami penguatan signifikan.
Ibrahim juga memberikan proyeksi spesifik untuk beberapa pasangan mata uang. Untuk USDJPY, ia memproyeksikan akan menuju 142,70 per dolar AS dalam jangka pendek, dan berpotensi berada di level 142.0 secara jangka menengah. Lalu, USDCNY diproyeksikan menuju 7.14925 per dolar AS pada jangka pendek, dan 7.13487 untuk jangka menengah. Sementara itu, USDKRW diperkirakan melemah ke level 1365,35 secara jangka pendek, namun menguat ke 1331,49 di jangka menengah. Terakhir, USDSGD diproyeksikan menguat ke level 1,26872 secara jangka pendek, dan “secara jangka menengah ada kemungkinan menuju 1,26502,” pungkas Ibrahim.
Ringkasan
Mata uang Asia diproyeksikan dan telah menunjukkan penguatan signifikan terhadap dolar AS, yang terus melemah. Data Bloomberg mencatat Dolar Taiwan (TWD) memimpin penguatan, diikuti oleh Won Korea (KRW) dan Dolar Singapura (SGD), serta mata uang lain seperti Ringgit Malaysia, Yuan China, dan Yen Jepang. Pelemahan dolar AS ini didorong oleh prospek penurunan suku bunga oleh The Fed pada akhir tahun 2025 dan data ekonomi AS yang melambat. Selain itu, meredanya berbagai risiko global, termasuk gencatan senjata di Timur Tengah, turut mengurangi daya tarik dolar sebagai aset lindung nilai.
Penguatan mata uang Asia juga didukung faktor domestik yang kuat. TWD dan KRW menunjukkan fundamental kuat dari ekspor dan aliran masuk modal (inflow), terutama ke sektor semikonduktor. Sementara itu, kestabilan Yuan didukung intervensi bank sentral dan ekspektasi stimulus, dan Yen mencoba pulih berkat kebijakan pengetatan Bank of Japan. Para analis melihat TWD dan KRW sangat menarik untuk jangka pendek, sedangkan Yuan dan Yen menjanjikan untuk jangka menengah.