Rasio Pajak Anjlok
JAKARTA, Pinjam Indonesia – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan rasio pajak Indonesia, atau tax ratio, akan mencapai 10,03 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025. Angka ini sedikit di bawah target pemerintah yang ditetapkan sebesar 10,24 persen, dan juga menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan realisasi tax ratio pada tahun 2024 yang mencapai 10,08 persen.
Proyeksi terbaru mengenai tax ratio untuk tahun 2025 ini terungkap dalam bahan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Gedung DPR, Jakarta, pada Kamis (3/7/2025). Dalam dokumen tersebut disebutkan, “Optimalisasi pendapatan negara dengan menjaga iklim investasi sehingga tax ratio di kisaran 10,08 persen sampai dengan 10,45 persen PDB (Outlook 2025: 10,03 persen PDB).”
Penurunan proyeksi tax ratio ini sejalan dengan perkiraan penerimaan perpajakan yang tidak akan mencapai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, atau yang dikenal dengan istilah shortfall. Diperkirakan, total penerimaan perpajakan hanya akan terealisasi Rp 2.387,3 triliun, atau 95,8 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 2.490,9 triliun.
Lebih rinci, perkiraan shortfall ini sebagian besar disebabkan oleh penerimaan pajak yang diproyeksikan hanya mencapai Rp 2.076,9 triliun, atau 94,9 persen dari target Rp 2.189,3 triliun. Menariknya, di sisi lain, penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai justru diproyeksikan akan melampaui target, dengan angka Rp 310,4 triliun atau 102,9 persen dari target awal Rp 301,6 triliun.
Menyikapi tantangan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan komitmen Kemenkeu untuk terus mengejar pendapatan negara, terutama mengingat target tax ratio yang lebih ambisius pada tahun 2026, yakni antara 10,08 persen hingga 10,45 persen. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan mengintensifkan reformasi perpajakan. Ini mencakup penyempurnaan sistem inti administrasi perpajakan yang dikenal sebagai Coretax.
Selain itu, dari sisi kepabeanan dan cukai, Kemenkeu akan mengoptimalkan integrasi sistem Customs-Excise Information System and Automation (Ceisa) dengan Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga (Simbara). Langkah-langkah strategis lainnya meliputi harmonisasi dengan sistem perpajakan global serta eksplorasi sumber penerimaan negara baru dari sektor ekonomi digital.
“Direktur Jenderal Pajak yang baru sudah melihat secara teliti berbagai kebijakan baru. Bapak Anggito (Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu), bersama dengan seluruh jajaran penerimaan dari sisi pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), akan terus berupaya memperbaiki sisi pendapatan ini,” pungkas Sri Mulyani, menunjukkan sinergi dan optimisme dalam menghadapi tantangan penerimaan negara.
Ringkasan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan rasio pajak Indonesia akan mencapai 10,03 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025. Angka ini sedikit di bawah target pemerintah dan realisasi tahun sebelumnya. Proyeksi penurunan ini disebabkan oleh perkiraan penerimaan perpajakan yang hanya akan terealisasi 95,8 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Secara rinci, penerimaan pajak diproyeksikan mengalami shortfall, sementara sektor kepabeanan dan cukai justru melampaui target.
Menyikapi tantangan ini, Kemenkeu menegaskan komitmen untuk terus mengejar pendapatan negara demi mencapai target rasio pajak yang lebih ambisius di tahun 2026. Strategi yang ditempuh meliputi intensifikasi reformasi perpajakan melalui penyempurnaan sistem inti administrasi perpajakan (Coretax) dan optimalisasi integrasi sistem kepabeanan. Pemerintah juga akan mengharmonisasi dengan sistem perpajakan global serta mengeksplorasi sumber penerimaan baru dari sektor ekonomi digital.