PGEO Dapat Dukungan Danantara Garap Proyek Panas Bumi, Cermati Rekomendasi Sahamnya

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berada di jalur yang tepat untuk memperluas jejak bisnisnya secara signifikan di masa mendatang. Prospek ekspansi emiten ini kian cerah, terutama setelah mendapatkan dukungan penuh dari Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara untuk menggarap sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi.

Sebagai langkah awal yang strategis, PGEO bersama PT PLN Indonesia Power (PLN IP) telah menandatangani Head of Agreement (HoA) pada awal Agustus lalu, sebuah kesepakatan penting yang difasilitasi oleh BPI Danantara. Kolaborasi ini bertujuan untuk mengakselerasi pengembangan panas bumi di 19 proyek berbeda, dengan total kapasitas mencapai 530 megawatt (MW). Inisiatif ini menandai komitmen kuat untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.

Saat ini, Pertamina Geothermal Energy (PGEO) mengelola total kapasitas terpasang panas bumi sebesar 1.932 MW. Angka ini terbagi menjadi 727 MW yang merupakan kapasitas kelolaan mandiri, dan 1.205 MW yang dikelola bersama mitra strategis. Lebih jauh lagi, PGEO telah mengidentifikasi potensi cadangan panas bumi sebesar 3 gigawatt (GW) dari 10 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang berada di bawah pengelolaan mandirinya. Dengan visi ke depan, PGEO menargetkan peningkatan kapasitas terpasang mandiri dari 727 MW menjadi 1 GW dalam dua tahun ke depan, serta mencapai 1,7 GW pada tahun 2034.

Ekky Topan, seorang Investment Analyst dari Infovesta Utama, menilai bahwa kolaborasi antara PGEO, PLN, dan BPI Danantara merupakan langkah strategis yang fundamental. Menurutnya, kerja sama ini akan memperkuat peta jalan (roadmap) ekspansi panas bumi nasional. “Dengan pipeline proyek sebesar 530 MW ditambah proyek bottoming units, PGEO memiliki pijakan solid untuk mencapai target 1 GW dalam 2-3 tahun ke depan,” ungkapnya pada Kamis (21/8). Prospek yang positif ini didukung oleh progres operasional PGEO, yang belum lama ini juga telah memulai pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2.

Meskipun prospeknya cerah, ada sejumlah tantangan yang perlu menjadi perhatian serius bagi PGEO. Tantangan tersebut meliputi aspek teknis eksplorasi panas bumi di wilayah terpencil, kompleksitas perizinan yang seringkali memakan waktu, hingga kebutuhan modal yang relatif besar untuk setiap proyek. Menanggapi hal ini, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, sependapat bahwa proyek-proyek energi terbarukan, termasuk panas bumi, memang tergolong padat modal. Namun, ia menekankan bahwa Pertamina Geothermal Energy mau tidak mau harus mengeksekusi proyek-proyek tersebut, mengingat transisi energi menuju keberlanjutan adalah sebuah keniscayaan.

Beruntungnya, Bank Indonesia (BI) baru-baru ini kembali memangkas suku bunga acuan menjadi 5%. Keputusan ini diharapkan akan memudahkan PGEO dalam mengakses sumber pendanaan, seperti pinjaman perbankan atau penerbitan surat utang, dengan tingkat bunga yang lebih kompetitif. “Ini (penurunan suku bunga) bagus untuk mendukung ekspansi bisnis penambahan kapasitas panas bumi bagi PGEO,” tutur Nafan.

Mengenai pergerakan saham PGEO, Nafan menambahkan bahwa saat ini saham emiten tersebut sedang mengalami fase konsolidasi bearish. Oleh karena itu, ia merekomendasikan investor untuk ‘wait and see’ terhadap saham PGEO. Di sisi lain, Ekky dari Infovesta justru merekomendasikan ‘beli’ saham Pertamina Geothermal Energy (PGEO) dengan target harga di kisaran Rp 1.800 hingga Rp 2.000 per saham untuk investasi jangka panjang. Pada perdagangan Kamis (21/8), saham PGEO ditutup menguat 0,35% ke level Rp 1.420 per saham. Meskipun demikian, dalam sebulan terakhir, harga saham PGEO tercatat anjlok sebesar 14,97%.

Scroll to Top