PGAS 2025: Analisis Prospek, Tantangan Pasokan & Strategi Investasi

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), entitas gas pelat merah, tengah bergulat menghadapi badai ketidakpastian pasokan gas dan tekanan yang berkelanjutan pada margin distribusi. Namun, di tengah tantangan ini, sejumlah inisiatif strategis gencar dijalankan, menjadi pilar harapan bagi keberlanjutan bisnis PGAS dalam jangka panjang.

Salah satu langkah signifikan yang diambil PGAS adalah pengalihan alokasi gas ekspor ke pasar domestik. Senior Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, mengungkapkan bahwa ini terwujud berkat kesepakatan dengan West Natuna Group, yang memungkinkan pengalihan volume gas yang semula ditujukan untuk Singapura kini dialihkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Kebijakan strategis ini berpotensi mendongkrak pasokan domestik di tahun 2025, dengan estimasi penambahan sekitar 71,83 BBTUD, yang pada akhirnya akan memperkuat volume distribusi gas PGAS.

Dukungan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS sempat memberikan angin segar bagi PGAS. Kendati demikian, volatilitas Rupiah yang masih tinggi menjadi bayang-bayang kekhawatiran, mengingat sebagian besar beban operasional PGAS masih didominasi oleh mata uang Negeri Paman Sam. Tekanan biaya dalam dolar AS ini menjadi salah satu faktor utama yang menyeret turun laba bersih PGAS pada kuartal I 2025, anjlok sebesar 48,8% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi US$ 62 juta.

Meski laba bersih di kuartal pertama tahun 2025 tertekan, Sukarno Alatas memprediksi bahwa kinerja PGAS akan menunjukkan perbaikan signifikan sepanjang tahun 2025. Optimisme ini didasari oleh ketersediaan pasokan gas baru, upaya efisiensi biaya yang terus digalakkan, serta prospek permintaan industri yang menjanjikan. Berlandaskan pandangan positif tersebut, Sukarno merekomendasikan trading buy untuk saham PGAS dengan target harga mencapai Rp 1.715 per saham.

Di sisi lain, Analis Ekuitas OCBC Sekuritas Indonesia, Devi Harjoto, memilih untuk mempertahankan rekomendasi hold untuk saham PGAS, dengan menargetkan harga Rp 1.810 per saham. Devi menilai bahwa PGAS masih dibayangi oleh beberapa tantangan fundamental, terutama terkait pemulihan pasokan gas yang belum sepenuhnya stabil. Ia memproyeksikan laba bersih PGAS di tahun 2025 sebesar US$ 342,2 juta, dengan kenaikan tipis pendapatan sebesar 2% menjadi US$ 3,86 miliar. Namun, Devi menekankan bahwa tekanan pada margin distribusi gas tetap menjadi catatan penting, khususnya karena penggunaan LNG yang cenderung meningkatkan biaya pengadaan gas.

Lebih lanjut, Devi memproyeksikan volume distribusi gas PGAS hanya akan tumbuh sekitar 1,1% yoy. Sementara itu, volume transmisi gas justru diperkirakan akan menurun dari 1.543 MMSCFD pada tahun 2024 menjadi 1.400 MMSCFD pada tahun 2025. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya produksi gas dari blok-blok di Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Di segmen hulu, lifting minyak dan gas PGAS juga diperkirakan akan mengalami penurunan 8,1% yoy menjadi 6,8 juta barel ekuivalen minyak (MMBOE), akibat penurunan alami pada blok Pangkah.

Di tengah tekanan kinerja dan pasokan, PGAS tetap berkomitmen kuat untuk melanjutkan ekspansi infrastruktur gas dan diversifikasi portofolio usahanya. Proyek pipa gas Tegal–Cilacap, yang akan terintegrasi dengan jaringan Gresik–Semarang dan Cisem Fase II, terus dipercepat untuk memenuhi peningkatan permintaan dari sektor industri serta pasokan untuk kilang Pertamina. Di sektor hilir, PGAS juga menargetkan penambahan 200.000 sambungan rumah tangga untuk program jaringan gas kota (jargas) pada tahun 2025, mengalokasikan Capex sekitar US$ 29 juta untuk inisiatif ini. Selain itu, perusahaan juga proaktif menjajaki peluang baru dalam segmen LNG trading dan regasifikasi melalui optimalisasi FSRU Lampung. PGAS juga mulai merambah potensi energi hijau dengan monetisasi biomethane, sekaligus berupaya keras untuk memperpanjang kontrak blok-blok migas krusial seperti Muara Bakau dan Muriah demi menjaga produktivitas portofolio hulu.

Dus, Devi Harjoto melihat beberapa katalis positif yang berpotensi mendorong kinerja saham PGAS ke depan, meliputi peningkatan pasokan dan konsumsi gas, kontribusi signifikan dari segmen LNG, serta inisiatif energi hijau. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa selama isu kontrak dan tekanan margin distribusi belum sepenuhnya terselesaikan, pihaknya memilih untuk tetap mempertahankan sikap hati-hati dalam rekomendasi investasinya. Dengan berbagai strategi yang digulirkan dan tantangan yang masih membayangi, prospek PGAS di tahun 2025 menunjukkan dinamika yang menarik bagi para investor.

Table of Contents

Ringkasan

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menghadapi tantangan pasokan gas dan tekanan berkelanjutan pada margin distribusi, mengakibatkan penurunan laba bersih 48,8% di Kuartal I 2025. Untuk mengatasi hal ini, PGAS melakukan pengalihan alokasi gas ekspor ke pasar domestik yang berpotensi menambah pasokan sekitar 71,83 BBTUD pada tahun 2025. Perusahaan juga gencar melakukan efisiensi biaya dan ekspansi infrastruktur gas seperti proyek pipa Tegal–Cilacap.

Meskipun kinerja awal tahun tertekan, sejumlah analis memiliki pandangan beragam; Sukarno Alatas merekomendasikan *trading buy* dengan optimisme perbaikan kinerja di 2025. Sementara itu, Devi Harjoto merekomendasikan *hold*, menyoroti tantangan pemulihan pasokan dan tekanan margin distribusi akibat penggunaan LNG. PGAS tetap berkomitmen pada diversifikasi usaha, termasuk penambahan jargas dan eksplorasi energi hijau, namun prospeknya masih dibayangi isu kontrak dan margin.

Scroll to Top