Persalinan Aman & Nyaman: Tips Mencegah Trauma dan Kekerasan

Persalinan Aman & Nyaman

Banyak ibu menggambarkan pengalaman melahirkan sebagai momen yang penuh kebahagiaan, namun tak sedikit pula yang justru mengalami trauma. Bahkan, diperkirakan hampir separuh dari ibu melahirkan merasakan pengalaman traumatis. Ironisnya, perasaan ini seringkali dipendam karena rasa malu atau bersalah, alih-alih mencari solusi untuk menghadapinya.

Salah satu penyebabnya adalah informasi yang simpang siur mengenai trauma kelahiran. Padahal, penting untuk diingat bahwa jika Anda merasa pengalaman melahirkan itu traumatis, perasaan tersebut valid dan tidak perlu disembunyikan. Justru, mencari dukungan yang tepat dan berbicara dengan orang yang memahami adalah langkah penting untuk mencegah trauma serta kekerasan saat persalinan dan membantu pemulihan.

Untuk itu, Pinjam Indonesia akan mengulas tentang cara mencegah trauma dan kekerasan saat persalinan, yang informasinya kami rangkum dari Instagram @jamilatus.sayidah. Dengan memahami hal ini, diharapkan para ibu dapat mengatasi trauma tanpa perlu memendamnya.

Apa Itu Kekerasan Persalinan?

Bidan Mila menjelaskan bahwa kekerasan persalinan mencakup segala bentuk kekerasan yang dialami perempuan selama masa kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan. Bentuknya bisa beragam, mulai dari kekerasan fisik, verbal, emosional, hingga tindakan medis yang tidak sesuai prosedur.

Contoh kekerasan fisik antara lain pemeriksaan vagina tanpa izin, pemeliharaan serviks tanpa indikasi medis yang jelas, atau tindakan episiotomi (pengguntingan jalan lahir) tanpa indikasi medis dan persetujuan ibu.

“Kekerasan verbal misalnya kita bilang, ‘Ibu waktu kontraksi teriak-teriak kayak gini, pas bikinnya diam-diam jangan teriak-teriak’. Atau bisa juga kekerasan emosional, yaitu pengabaian dan kurangnya empati dari kita untuk ibu hamil,” ujar bidan Mila, dikutip dari Instagramnya @jamilatus.sayidah.

Definisi ini menekankan hak perempuan untuk mendapatkan perlakuan yang menghormati otonomi tubuh mereka, di mana pengambilan keputusan harus melibatkan persetujuan dan pemahaman yang jelas.

Apa Itu Trauma Melahirkan?

Trauma melahirkan, atau dalam istilah medis disebut *postpartum post-traumatic stress disorder* (PTSD), adalah kondisi kesehatan mental yang disebabkan oleh pengalaman menakutkan selama proses persalinan. Trauma ini bisa dialami langsung oleh ibu, atau bahkan hanya dengan menyaksikannya. Menurut *American Psychiatric Association*, ibu yang mengalami trauma persalinan seringkali dihantui oleh ingatan akan peristiwa traumatis tersebut, baik dalam pikiran maupun perasaan, yang pada akhirnya memengaruhi kesehatan mental mereka.

Banyak ibu yang merasa kesulitan untuk kembali beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari karena kenangan buruk itu terus membayangi. Akibatnya, mereka merasa terisolasi, cemas, dan kesulitan menjalani peran barunya sebagai ibu karena trauma yang belum terselesaikan.

Risiko Trauma Melahirkan

Trauma melahirkan dapat berdampak signifikan bagi ibu, termasuk memicu PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) dan masalah menyusui. Jika tidak segera ditangani, trauma ini bisa berlanjut hingga ulang tahun pertama anak. Bagi sebagian ibu, merayakan ulang tahun pertama si kecil justru terasa seperti merayakan “hari jadi” trauma tersebut.

Kehamilan berikutnya juga dapat menjadi tantangan tersendiri, di mana ibu mungkin merasa cemas dan tertekan. Mereka dihantui kekhawatiran akan mengulang pengalaman traumatis, serta bertanya-tanya apakah kelahiran selanjutnya akan lebih baik atau justru memperburuk keadaan.

Cara Mencegah Trauma dan Kekerasan saat Persalinan

Mencegah trauma dan kekerasan saat persalinan sangat penting untuk menjaga kesejahteraan fisik dan mental ibu hamil, melahirkan, dan menyusui. Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah trauma, menurut bidan Mila dari Instagram @jamilatus.sayidah:

* Memberikan Empati dan Perhatian pada Ibu Hamil

Ketika ibu hamil merasa tidak nyaman, seperti kontraksi atau rasa sakit lainnya, penting bagi orang di sekitarnya, termasuk pasangan dan tenaga medis, untuk memberikan perhatian dan empati. Hindari bermain *handphone* atau *gadget* saat ibu membutuhkan dukungan, karena pengabaian emosional dapat meningkatkan rasa kesepian dan terabaikan.

* Memberikan Hak-Hak Ibu

Pastikan ibu hamil mendapatkan hak-haknya selama masa kehamilan, persalinan, dan menyusui. Salah satunya adalah melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) segera setelah kelahiran, jika bayi dalam kondisi sehat. Hal ini tidak hanya penting untuk kesehatan fisik bayi, tetapi juga untuk mempererat ikatan emosional antara ibu dan bayi.

* Menghormati Otonomi Ibu

Prosedur medis seperti operasi Caesar harus dilakukan dengan mempertimbangkan persetujuan penuh dari ibu, bukan hanya suami atau keluarga. Ibu memiliki hak penuh atas tubuhnya, dan keputusan medis harus dibuat berdasarkan kondisi kesehatan ibu dan bayi, bukan karena tekanan sosial atau budaya.

* Menyelamatkan Jiwa dan Mental Ibu

Fokus pada keselamatan fisik ibu memang krusial, tetapi kesehatan mental dan emosional ibu juga sama pentingnya. Dukung ibu hamil dengan informasi yang jelas, dukungan emosional, serta penegasan bahwa proses kelahiran adalah pengalaman yang harus dilalui dengan penuh perhatian terhadap kebutuhan emosional dan mentalnya.

“Kita harus *aware*, bukan hanya fokus dengan angka kematian ibu untuk menyelamatkan fisiknya, tapi lupa menyelamatkan jiwa dan mentalnya,” tegas bidan Mila.

* Pendidikan dan Pelatihan untuk Tenaga Medis

Tenaga medis perlu diberikan pelatihan untuk lebih sensitif terhadap kebutuhan emosional ibu, serta menghindari intervensi medis yang berlebihan atau dilakukan tanpa alasan medis yang jelas. Memberikan informasi yang jelas dan mendengarkan kekhawatiran ibu dapat membantu mencegah trauma psikologis setelah proses kelahiran.

Itulah beberapa informasi mengenai cara mencegah trauma dan kekerasan saat persalinan. Dengan pencegahan yang tepat, trauma emosional dan fisik selama kehamilan, persalinan, dan masa menyusui dapat dihindari.

Scroll to Top