KEMENTERIAN Keuangan mencatat hingga 31 September 2025, pemerintah telah menarik utang baru sebesar Rp 501,5 triliun. Utang tersebut digunakan untuk membiayai defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun ini.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan bahwa berdasarkan outlook, defisit pada 2025 diperkirakan mencapai 2,78 persen dari produk domestik bruto (PDB). “Pembiayaan utang saat ini telah direalisasikan Rp 501,5 triliun dari rencana sebesar Rp 731,5 triliun. Jadi pembiayaan utang kita sekitar 68,6 persen dari targetnya,” ucap Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 14 Oktober 2025.
Menurut Suahasil, pembiayaan tersebut bersumber dari utang rupiah dan valuta asing atau valas. Penerbitan surat berharga negara (SBN) rupiah untuk investor domestik dilakukan secara berkala. Pemerintah juga telah menerbitkan SBN valas untuk investor internasional yang diumumkan pada 9 Oktober 2025.
Suahasil menyatakan SBN valas diterbitkan dalam 2 mata uang asing (dual-currency) yaitu dolar Amerika Serikat dan Euro. Dari penerbitan SUN denominasi dolar AS, pemerintah berhasil mengumpulkan US$ 1,85 miliar atau Rp 30,6 triliun (kurs rupiah 16.570 per dolar AS). Sedangkan dari obligasi dengan mata uang Euro, pemerintah meraup EUR 600 juta atau Rp 11,5 triliun.
Pemerintah, kata dia, terus melakukan pembiayaan yang sifatnya memitigasi risiko. Selain itu, Suahasil memaparkan bahwa tren imbal hasil atau dari yield surat berharga negara (SBN) terus menurun. Dibandingkan awal tahun, yield SBN tenor 10 tahun Indonesia masih di kisaran 6,98 persen. Pada hari ini sekitar 6,09 persen. “Penurunan yang cukup tinggi sehingga kita bisa menurunkan beban biaya utang kita,” ucapnya.
Suahasil membandingkan SBN Indonesia dan AS dengan tenor 10 tahun, jarak imbal hasilnya mengalami penyempitan. Di awal tahun perbedaannya masih 240-260 basis poin saat ini sudah sekitar 206 basis poin.
Pilihan Editor: Jika Utang Dipakai Mendanai Makan Bergizi Gratis