Pinjam Indonesia JAKARTA. Musim pemaparan laporan keuangan perbankan untuk periode Semester I-2025 telah tiba, menjadi sorotan utama bagi para investor. Namun, di tengah antusiasme tersebut, para analis justru menilai bahwa hasil kinerja keuangan bank-bank besar tidak akan banyak menggoyahkan pergerakan harga saham perbankan secara signifikan.
Salah satu bank pelat merah, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), telah lebih dulu merilis laporannya. BBNI mencatat laba bersih sebesar Rp 10 triliun, sebuah angka yang sayangnya menunjukkan penurunan 5,6% secara tahunan (YoY). Laba bersih BNI pada periode ini didukung oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 2,3% YoY, dari Rp 19,1 triliun menjadi Rp 19,5 triliun. Namun, pendapatan non-bunga justru mengalami koreksi, dari sekitar Rp 10,9 triliun pada Juni 2024 menjadi Rp 10,6 triliun. Penurunan laba BBNI juga dipengaruhi oleh pembengkakan beban provisi yang naik 7,9% YoY, mencapai Rp 3,78 triliun.
BTN Tak Khawatir di Tengah Kondisi Likuiditas Valas yang Kian Ketat
Di samping BBNI, PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) turut melaporkan kinerja positif. Pada periode yang sama, PNBN membukukan laba bersih Rp 1,4 triliun, meningkat tipis sekitar 4,33% YoY dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar Rp 1,36 triliun. Peningkatan laba bersih ini utamanya ditopang oleh pertumbuhan pendapatan operasional lainnya atau fee based income, terutama dari penjualan surat berharga yang melesat 38,4% menjadi Rp 134,28 miliar.
Menanggapi hasil laporan ini, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, mengungkapkan bahwa profitabilitas perbankan belum akan pulih sepenuhnya, mengingat pertumbuhan kredit yang masih menunjukkan pelemahan. Kondisi ini diperkirakan akan menekan saham perbankan dalam waktu dekat. “Investor juga lebih selektif untuk membeli saham bank lagi,” ujar Indy, Jumat (25/7). Meski demikian, ia mengakui bahwa investor akan tetap memantau laporan keuangan Semester I-2025 ini, karena berpotensi memicu akumulasi saham dan untuk mencermati outlook suku bunga acuan. “Sepertinya akan bergerak cukup sideways dulu jika kinerja masih agak tertekan, memantau dari sisi margin profitabilitas dulu,” tambahnya.
Bisnis Keagenan Perbankan Catat Pertumbuhan Signifikan
Dalam rekomendasinya, Indy menyarankan investor untuk mencermati saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) atau PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Alasannya, kedua saham bank BUMN ini memiliki riwayat dividen yang besar dan valuasi yang relatif rendah, menjadikannya menarik untuk diakumulasi dalam jangka panjang. Hingga awal tahun ini, harga saham BMRI tercatat turun 17,72% YoY sejak awal tahun menjadi Rp 4.690 per saham, sementara BBRI mengalami koreksi 4,9% menjadi Rp 3.880 per saham. Meski demikian, target harga yang ditetapkan untuk BMRI masih Rp 6.100 dan untuk BBRI sebesar Rp 5.200.
Bisnis Agen Laku Pandai Terus Bertaji, Pendapatan Komisi Bank Makin Tebal
Sementara itu, Head of Research RHB Sekuritas Indonesia, Andrey Wijaya, menempatkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebagai unggulan utama dari sisi kinerja. Meskipun belum mengumumkan kinerja terbarunya secara penuh, laba BCA telah menunjukkan pertumbuhan maksimal mencapai 16,3% YoY pada periode Januari-Mei 2025. “Bank ini telah mencapai 44% dari perkiraan kami untuk laba BCA sampai akhir tahun,” jelas Andrey. Ia juga menyoroti PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang terpantau stabil dengan pertumbuhan laba hingga Mei 2025 sebesar 5% YoY. Pencapaian laba BRIS di periode tersebut sudah setara dengan 36% dari perkiraan target RHB Sekuritas, meskipun Andrey menilai BRIS memerlukan momentum lebih kuat dalam beberapa bulan mendatang untuk mencapai target sepanjang tahun 2025.
Andrey menambahkan bahwa investor tampak berhati-hati dalam memasuki sektor perbankan. Hingga akhir tahun 2025, sektor perbankan Indonesia diperdagangkan pada rata-rata PBV sebesar 2,5x. “BBCA terus memimpin dalam valuasi pada 3,8x P/BV, didukung oleh profitabilitasnya yang unggul,” imbuhnya.
Senada dengan pandangan tersebut, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, juga merekomendasikan BBCA dan BRIS sebagai pilihan saham perbankan yang menarik. Ia menambahkan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) sebagai rekomendasi tambahan yang layak dicermati. “Tahun ini rasanya agak menjadi tahun yang cukup sulit untuk industri perbankan, terutama bank BUMN,” ujarnya, menggarisbawahi tantangan yang dihadapi sektor ini.
Kondisi Likuiditas Valas Perbankan Makin Parah, Ini Penyebabnya
Untuk BBCA, Nico menegaskan bahwa saham ini memang selalu menjadi primadona di sektor perbankan, terutama berkat kemampuannya dalam menjaga profitabilitas yang konsisten. Ia menargetkan BBCA dapat mencapai level Rp 11.200 per saham. Selanjutnya, BRIS dinilai menarik karena bisnis pembiayaan emasnya yang mampu tumbuh impresif 52%, diikuti oleh pertumbuhan treasury sebesar 47%, dan e-channel 34%. “Di tengah situasi dan kondisi yang ada saat ini, harga emas yang terus mengalami kenaikan juga menjadi magnet bagi masyarakat untuk ikut ambil bagian. Target harganya di Rp 3.480,” jelas Nico. Terakhir, BNGA menjadi salah satu rekomendasi unggulan dengan target harga Rp 2.110 per saham. Nico melihat BNGA senantiasa berinovasi dalam mengembangkan teknologi yang dimilikinya, menjadikannya prospek yang menjanjikan.