Logam Industri 2024: Peluang di Tengah Fluktuasi Harga?

Pinjam Indonesia – JAKARTA. Di tengah gelombang ketidakpastian ekonomi global yang masih membayangi, pasar logam industri justru menunjukkan pergerakan yang mengejutkan. Harga komoditas utama seperti aluminium, timah, dan nikel tercatat menguat signifikan. Meskipun demikian, prospek jangka panjang komoditas ini tetap diwarnai oleh berbagai faktor risiko yang berpotensi menekan laju kenaikannya.

Kenaikan harga logam industri ini terpantau cukup mencolok. Berdasarkan data Trading Economics per akhir perdagangan Jumat (27/6), harga aluminium melonjak 2,14% dalam sepekan, mencapai level US$ 2.598,8 per ton. Senada, harga timah juga menguat tajam 4,21% menjadi US$ 33.794 per ton, sementara nikel naik 1,43% ke posisi US$ 15.230 per ton.

Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, menjelaskan bahwa optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi global menjadi pendorong utama di balik tren positif ini. Khususnya, geliat sektor manufaktur dan konstruksi di negara-negara konsumen utama telah memicu peningkatan permintaan akan bahan baku logam. Di sisi lain, gangguan pasokan yang terjadi di beberapa wilayah kunci turut berkontribusi terhadap terbatasnya ketersediaan bahan baku, yang pada akhirnya mendorong harga komoditas ini melambung.

Menurut Sutopo, momentum kenaikan harga logam di industri ini diproyeksikan masih akan berlanjut hingga akhir tahun, meskipun dengan laju yang bervariasi untuk setiap komoditas. Aluminium, misalnya, didorong oleh permintaan yang stabil dari industri otomotif dan konstruksi, ditambah kendala pasokan dari produsen utama. Sementara itu, kenaikan permintaan nikel didominasi oleh pesatnya pertumbuhan industri baterai kendaraan listrik. Untuk timah, pasokannya relatif terbatas namun permintaannya tetap konsisten dari sektor elektronik.

Inflasi dan Kebijakan Tarif Impor AS Bayangi IHSG, Simak Proyeksi Senin (30/6)

Namun, di tengah euforia kenaikan harga ini, Lukman Leong, Analis Doo Financial Futures, memberikan pandangan yang lebih hati-hati. Ia menyoroti bahwa pergerakan harga logam industri dalam sepekan terakhir ini masih cenderung spekulatif dan rentan berbalik arah. Hal ini terutama mengingat masa penundaan tarif yang diberlakukan oleh mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, akan segera berakhir dalam seminggu ke depan. Perkembangan ini dipastikan akan kembali menjadi fokus utama para investor pada minggu berikutnya, berpotensi memengaruhi sentimen pasar secara signifikan.

Lukman juga mengamati adanya pergerakan yang kontras di pasar komoditas logam. Logam semi mulia semi industri seperti perak dan platinum justru menunjukkan tren kenaikan yang stabil, didorong oleh kuatnya permintaan dari sektor industri. Sebaliknya, koreksi pada harga emas dianggap sebagai konsolidasi alami setelah kenaikan besar yang terjadi sepanjang tahun lalu dan tahun ini. Secara keseluruhan, prospek harga logam industri ke depan tetap rentan terhadap fluktuasi, dan pergerakannya akan sangat bergantung pada dinamika perkembangan ekonomi global.

Cermati Proyeksi IHSG hingga Akhir Tahun, Ini Rekomendasi Saham Pilihan Analis

Melihat ke depan, para analis memiliki proyeksi yang bervariasi mengenai harga logam industri hingga akhir tahun 2025. Lukman Leong memperkirakan harga aluminium akan bergerak di kisaran US$ 2.300 per ton, sementara timah diproyeksikan antara US$ 30.000 hingga US$ 32.000 per ton, dan nikel akan berada di kisaran US$ 15.000 hingga US$ 15.500 per ton. Di sisi lain, Sutopo Widodo memiliki proyeksi yang lebih optimistis; ia memperkirakan harga aluminium dapat mencapai kisaran US$ 2.800 per ton, timah antara US$ 33.000 hingga US$ 34.500 per ton, dan nikel di kisaran US$ 16.000 hingga US$ 17.500 per ton. Perbedaan proyeksi ini mencerminkan kompleksitas dan ketidakpastian yang masih melingkupi pasar komoditas logam global.

Table of Contents

Ringkasan

Di tengah ketidakpastian ekonomi global, pasar logam industri menunjukkan penguatan signifikan pada komoditas utama seperti aluminium, timah, dan nikel. Kenaikan harga ini didorong oleh optimisme pemulihan ekonomi global, peningkatan permintaan dari sektor manufaktur dan konstruksi, serta gangguan pasokan. Misalnya, permintaan nikel didominasi oleh pertumbuhan industri baterai kendaraan listrik.

Namun, pergerakan harga ini dinilai spekulatif dan rentan berbalik arah, terutama menjelang berakhirnya penundaan tarif AS. Prospek harga logam industri ke depan tetap rentan terhadap fluktuasi dan sangat bergantung pada dinamika ekonomi global. Proyeksi harga hingga akhir tahun 2025 bervariasi antara analis, mencerminkan kompleksitas pasar komoditas logam.

Scroll to Top