Kredit Perbankan Juli 2025 Anjlok: Apa Dampaknya?

BANK Indonesia (BI) mencatat adanya perlambatan pertumbuhan kredit perbankan pada Juli 2025. Data menunjukkan, kredit tumbuh 7,03 persen secara tahunan (year-on-year). Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Juni 2025 yang mencapai 7,77 persen.

Tren penurunan ini sebenarnya sudah terlihat sejak Maret 2025. Saat itu, pertumbuhan kredit melambat menjadi 9,16 persen, turun dari 10,3 persen di bulan Februari. Perlambatan berlanjut pada April dan Mei dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,88 persen dan 8,43 persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terutama didorong oleh sektor-sektor yang berorientasi ekspor, terutama pertambangan dan perkebunan. Selain itu, sektor transportasi, industri, dan jasa sosial juga turut memberikan kontribusi.

“Secara keseluruhan, perlambatan kredit ini mencerminkan permintaan dari pelaku usaha yang belum terlalu kuat dan cenderung memanfaatkan pembiayaan internal untuk kegiatan usahanya,” ungkap Perry dalam konferensi pers daring yang diselenggarakan pada Rabu, 20 Agustus 2025.

Di sisi penawaran, Perry menambahkan bahwa perbankan masih menunjukkan sikap hati-hati dalam menyalurkan kredit. Bank-bank lebih memilih untuk menempatkan kelebihan likuiditas mereka pada surat-surat berharga. Tingginya likuiditas perbankan juga didukung oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juli 2025 yang meningkat menjadi 7,00 persen secara tahunan.

Dari segi penggunaan, BI mencatat bahwa kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing tumbuh 8,11 persen dan 3,08 persen secara tahunan. Sementara itu, kredit investasi mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 12,42 persen secara tahunan. Pembiayaan syariah juga menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 8,31 persen year-on-year. “Sedangkan pertumbuhan kredit UMKM masih tergolong rendah, hanya sebesar 1,82 persen year-on-year,” imbuh Perry.

Sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan kredit, Bank Indonesia telah menyalurkan insentif likuiditas makroprudensial yang mencapai Rp 384 triliun pada minggu pertama Agustus 2025. Perry merinci bahwa insentif sebesar Rp 171,5 triliun disalurkan kepada bank BUMN, Rp 169,2 triliun untuk Bank Umum Swasta Nasional, Rp 37,2 triliun untuk Bank Pembangunan Daerah, dan Rp 5,7 triliun untuk Kantor Cabang Bank Asing.

Scroll to Top