Kemenkeu Tunda Penerapan Pajak E-Commerce

DIREKTUR Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyatakan implementasi pajak e-commerce atau perdagangan elektronik bakal ditunda. Sebelumnya ia sempat menyatakan bahwa pajak yang dipungut oleh platform jual beli daring itu siap diterapkan pada Februari 2026.

Penundaan disampaikan Bimo seusai konferensi pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 14 Oktober 2025. “Ditunda, nanti menunggu arahan pak menteri, kalau pertumbuhan ekonomi sudah 6 persen. Tapi ini sedang didiskusikan,” ujarnya.

Sebelumnya di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis, 9 Oktober 2025, Bimo menjawab bahwa pajak e-commerce mulai berlaku Februari 2026. Namun pernyataan Bimo itu dibantah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di lokasi yang berbeda. Purbaya memastikan pajak e-commerce baru akan dijalankan apabila ekonomi nasional sudah mulai pulih atau tumbuh di atas 6 persen.

“Saya bilang akan kita jalankan kalau ekonomi sudah recover. Mungkin kita sudah akan recover. Tapi belum recover fully. Let’s say ekonomi tumbuh 6 persen atau lebih, baru saya pertimbangkan,” ucap Purbaya di JCC Jakarta, Kamis 9 Oktober 2025 seperti dikutip dari Antara.

Sebelumnya Sri Mulyani Indrawati, saat masih menjabat menteri, telah merilis aturan penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak. Kebijakan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37 Tahun 2025 yanh ditetapkan sejak 11 Juni 2025 dan mulai berlaku 14 Juli 2025 sampai dicabut.

Pedagang dalam negeri yang melakukan transaksi melalui sistem elektronik diminta menyetor kepada penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce. Marketplace yang menampung setoran PPh Pasal 22 ditunjuk oleh DJP.

“Menteri melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk Pihak Lain sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan penetapan batasan nilai transaksi dan/atau jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3),” demikian bunyi pasal 7 ayat 2 PMK itu.

Dengan demikian, e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia bakal dilibatkan sebagai pihak pemungut pajak atas transaksi penjualan barang melalui sistem elektronik (PSME).

Melalui implementasi aturan penunjukkan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 ini, merchant yang notabenenya merupakan pelaku UMKM dapat lebih mudah dalam melakukan pembayaran PPh. Karena dipungut oleh pihak lain. Menurut Direktorat Jenderal Pajak langkah ini akhirnya dapat mendorong kepatuhan pajak pelaku usaha.

Pilihan Editor: Kriteria Pedagang di E-Commerce yang Kena Pajak 0,5 Persen

Scroll to Top