Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan penguatan tipis 0,05% menuju level 6.904 pada penutupan perdagangan Selasa (8/7). Kenaikan moderat ini terjadi di tengah sorotan pasar terhadap surat dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menguraikan kebijakan tarif resiprokal impor.
Kebijakan tarif tersebut secara spesifik menargetkan produk-produk asal Indonesia dengan bea masuk sebesar 32%. Angka ini, sayangnya, tidak mengalami perubahan dari penetapan awal, meskipun sempat ada penundaan kebijakan tarif selama 90 hari. Hal ini menandakan posisi yang tetap tegas dari AS.
Menyikapi perkembangan ini, Macro & Fixed Income Lead Phintraco Sekuritas, Nur Ryshalti, memproyeksikan adanya potensi koreksi di pasar keuangan kawasan ASEAN, termasuk pasar saham dan obligasi. Dampak dari surat Trump tersebut dinilai dapat memicu volatilitas.
Lebih lanjut, Ryshalti memperkirakan bahwa bank sentral di negara-negara ASEAN, khususnya Bank Indonesia (BI), akan cenderung mengambil sikap wait and see. Kehati-hatian ini muncul dari kekhawatiran akan potensi kenaikan inflasi jika kebijakan penurunan suku bunga terlalu cepat dilakukan di tengah ketidakpastian ini.
Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua bagi Indonesia. Dengan penerapan tarif resiprokal ini, Nur Ryshalti menilai akan terjadi penurunan signifikan pada keuntungan perusahaan-perusahaan di Tanah Air. Ini menjadi tantangan besar bagi eksportir Indonesia.
Nur menjelaskan bahwa penurunan keuntungan ini akan tak terhindarkan apabila perusahaan-perusahaan Indonesia berusaha mempertahankan harga jual produk ekspor mereka ke AS demi menjaga daya saing. Selain itu, Ryshalti juga memproyeksikan potensi kenaikan inflasi pada barang di AS maupun Indonesia, terutama jika pemerintah memutuskan untuk menerapkan tarif balasan.
Di sisi lain, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, mengungkapkan bahwa pasar sebenarnya masih menanti kejelasan lebih lanjut mengenai kesepakatan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Ketidakpastian global ini menciptakan dinamika tersendiri di pasar.
Meskipun demikian, Nico Demus menyoroti adanya peluang yang dilihat investor di tengah ketidakpastian tersebut, yaitu potensi kenaikan harga dari saham-saham hasil penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO).
Tercatat pada perdagangan Selasa (8/7) saja, dua perusahaan telah resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Pancaran Samudera Transport Tbk (PSAT) dan PT Asia Pramulia Tbk (ASPR). Tren ini berlanjut pada Rabu (9/7) dengan listing-nya PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) dan PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN), ditambah lagi empat perusahaan lain yang dijadwalkan melantai pada Kamis (10/7).
Kehadiran saham-saham baru ini terbukti memberikan dorongan signifikan bagi IHSG. Menurut Nico, meskipun IHSG sempat mengalami koreksi, masuknya investor ke saham-saham IPO ini memberikan penguatan yang berarti bagi indeks.
Fenomena positif ini tidak hanya terbatas pada saham IPO itu sendiri, namun juga merambat ke saham-saham yang terafiliasi dengan perusahaan yang baru melantai. Sebagai contoh, induk usaha CDIA, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), tercatat menguat 4,09% ke level Rp 10.175 per saham. Nico menyarankan bagi investor yang tidak sempat mendapatkan alokasi di pasar perdana, opsi lain yang menarik adalah melirik saham-saham yang memiliki keterkaitan dengan emiten-emiten anyar tersebut.