Investasi Saham Semen
Pinjam Indonesia JAKARTA. Isu kelebihan pasokan semen terus membayangi prospek emiten semen di Indonesia. Kondisi ini diperkirakan akan tetap menekan kinerja emiten semen hingga semester II 2025, mengingat masalah oversupply yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Tekanan ini telah terasa sejak awal tahun. Kinerja mayoritas emiten semen pada kuartal I 2025 menunjukkan performa yang kurang memuaskan. Ambil contoh, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang membukukan penurunan pendapatan sebesar 8,71% secara year-on-year (YoY), dari Rp 8,38 triliun pada kuartal I 2024 menjadi Rp 7,65 triliun pada kuartal I 2025. Penurunan pendapatan ini juga berimbas pada laba bersih periode berjalan SMGR yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk, merosot tajam hingga 90,98% YoY menjadi hanya Rp 42,58 miliar.
Nasib serupa juga menimpa anak usaha SMGR, PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB). Pendapatan SMCB terkoreksi 10,96% dari Rp 2,77 triliun di kuartal pertama tahun 2024. Akibatnya, hingga akhir Maret 2025, laba periode berjalan SMCB turun 34,78% dari Rp 73,93 miliar menjadi Rp 48,22 miliar. Tidak hanya itu, PT Cemindo Gemilang Tbk (CMNT) bahkan masih mencatatkan kerugian yang membengkak menjadi Rp 289,76 miliar selama tiga bulan pertama tahun 2025, naik dari rugi Rp 222,75 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan CMNT juga turut menurun menjadi Rp 1,92 triliun pada kuartal I 2025, dari Rp 2,06 triliun di kuartal I 2024.
Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) Pertahankan Pangsa Pasar Semen 29,6% per Mei 2025
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) pun tak luput dari tren penurunan ini, mencatatkan pendapatan yang terkoreksi dari Rp 4,08 triliun pada kuartal I 2024 menjadi Rp 3,97 triliun per kuartal I 2025. Laba bersih INTP juga turun menjadi Rp 210,67 miliar per akhir Maret 2025, dari Rp 238,02 miliar pada Maret 2024.
Menanggapi kondisi ini, Corporate Secretary INTP, Dani Handajani, menjelaskan bahwa Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat penurunan penjualan semen curah di luar Pulau Jawa sebesar 17,4% per Mei 2025. Hal ini terjadi seiring normalisasi permintaan semen pasca-proyek Ibu Kota Negara (IKN), meskipun permintaan semen curah di Pulau Jawa masih menunjukkan pertumbuhan 1,6% per Mei 2025. Secara keseluruhan, permintaan semen curah masih menghadapi tekanan dengan penurunan sebesar 4,1%, yang dipengaruhi oleh tantangan daya beli masyarakat serta dampak libur nasional dan cuti tambahan pada bulan Mei. “Di tengah tekanan terhadap penjualan semen di Indonesia, Indocement tetap berhasil mempertahankan pangsa pasarnya di angka 29,6% di lima bulan pertama tahun 2025,” ujar Dani kepada Kontan, Jumat (4/7).
Sebagai langkah strategis, Indocement terus memperketat manajemen biaya di seluruh lini operasi serta mengoptimalkan dan mengefisienkan ongkos distribusi untuk menjaga margin usaha. Selain itu, Indocement juga melanjutkan kebijakan untuk meningkatkan konsumsi bahan bakar dan bahan baku alternatif. “Langkah terbaru yang kami lakukan adalah membangun fasilitas feeding bahan bakar alternatif di Kompleks Pabrik Grobogan,” tambahnya.
Sejalan dengan lesunya kinerja operasional emiten semen, pergerakan saham emiten semen juga terpantau masih melemah. Berdasarkan data RTI, saham INTP telah terkoreksi 28,38% sejak awal tahun (year-to-date/YTD). Sementara itu, saham SMGR dan CMNT masing-masing terkoreksi 19,15% dan 8,52% secara YTD.
Permintaan Masih Lemah, Mirae Aset Sekuritas Pertahankan Peringkat Netral Saham Semen
Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham
Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, memperkirakan kinerja emiten semen pada kuartal II 2025 kemungkinan akan menunjukkan sedikit perbaikan dibandingkan kuartal I, seiring dengan masuknya musim konstruksi setelah Lebaran. Volume penjualan semen memang cenderung naik secara musiman di periode kuartal II. Namun, tekanan dari sisi biaya produksi, terutama karena harga energi yang masih tinggi serta pelemahan daya beli masyarakat di beberapa wilayah, berpotensi tetap menjadi penghambat pertumbuhan. “Selain itu, efisiensi anggaran pemerintah juga berpotensi menunda proyek infrastruktur baru, yang umumnya menjadi penopang utama permintaan semen,” jelasnya kepada Kontan, Jumat (4/7).
Menjelang akhir semester II, tantangan struktural berupa oversupply di industri semen masih menjadi bayang-bayang. Kapasitas produksi nasional yang jauh melampaui permintaan menyebabkan persaingan harga semakin ketat, dan ini akan menekan margin produsen. Di sisi lain, sentimen positif dapat muncul dari potensi penurunan suku bunga. Kendati demikian, ketidakpastian global, seperti perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China serta ketegangan geopolitik, tetap menjadi risiko yang perlu diwaspadai. Di antara pemain besar, Miftahul menilai INTP dan SMGR masih relatif lebih tangguh karena skala ekonomi dan jaringan distribusinya yang luas.
Semen Merah Putih (CMNT) Bidik Pertumbuhan Penjualan 4% Tahun Ini, Fokus Segmen Ritel
Dari sisi valuasi, saham-saham semen saat ini sebenarnya sudah cukup murah secara historis, tercermin dari rasio price to book values (PBV) dan EV/EBITDA yang berada di bawah rata-rata. “Tapi murah saja tidak cukup, perlu ada katalis kuat agar pasar kembali melirik sektor ini,” ungkapnya. Oleh karena itu, Miftahul masih mempertahankan rating wait and see untuk emiten semen.
Sementara itu, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi melihat saham SMGR berada di level support Rp 2.550 per saham dan resistance Rp 2.950 per saham. “Limited downside dan berpeluang untuk pulih dari support MA20, sekaligus support bullish channel untuk kembali membuat level tinggi terbaru. Indikator RSI ada di 48 dan MACD Histogram di -17,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (4/7). Wafi merekomendasikan beli saham SMGR dengan target harga Rp 2.950 per saham.
Senada dengan itu, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengamati pergerakan saham INTP berada di level support Rp 5.225 per saham dan resistance Rp 5.450 per saham. Herditya merekomendasikan speculative buy untuk saham INTP dengan target harga Rp 5.525 – Rp 5.625 per saham.
Ringkasan
Prospek emiten semen di Indonesia tertekan oleh isu kelebihan pasokan yang diperkirakan berlanjut hingga semester II 2025. Kondisi ini telah menyebabkan kinerja mayoritas emiten semen pada kuartal I 2025 kurang memuaskan, dengan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB), PT Cemindo Gemilang Tbk (CMNT), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) mencatat penurunan pendapatan dan laba bersih. Penurunan penjualan semen curah juga terjadi akibat normalisasi permintaan pasca-proyek IKN dan daya beli masyarakat yang melemah, serta berdampak pada koreksi harga saham emiten semen.
Meskipun menghadapi tekanan, Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) berhasil mempertahankan pangsa pasarnya dan menerapkan strategi efisiensi biaya. Analis memperkirakan kinerja kuartal II 2025 bisa sedikit membaik secara musiman, namun tantangan oversupply dan biaya produksi tinggi tetap membayangi. Meskipun valuasi saham semen secara historis murah, diperlukan katalis kuat agar pasar kembali melirik sektor ini, dengan beberapa analis merekomendasikan “beli” atau “spekulatif beli” untuk saham SMGR dan INTP.