Pinjam Indonesia – , Jakarta – Indonesia kembali menempati peringkat teratas sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di ASEAN pada tahun 2025. Laporan terbaru dari Trading Economics yang dirilis pada Kamis, 14 Agustus 2025, mengungkapkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 4,76 persen per Maret 2025. Angka ini merepresentasikan lebih dari 7 juta penduduk usia produktif yang belum memperoleh pekerjaan.
Meskipun data tersebut menunjukkan adanya sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di angka 4,91 persen, perbaikan ini belum cukup signifikan untuk menggeser posisi Indonesia dari puncak daftar negara-negara ASEAN dalam hal persentase pengangguran. Fenomena tingginya tingkat pengangguran di Indonesia ini sering dikaitkan dengan faktor jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Dengan populasi sekitar 285 juta jiwa pada tahun 2024, Indonesia adalah negara dengan populasi terbanyak di kawasan ASEAN.
Tingkat Pengangguran Negara ASEAN 2025
Untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif, berikut adalah daftar urutan tingkat pengangguran negara ASEAN dari yang tertinggi hingga terendah per tahun 2025, berdasarkan laporan Trading Economics:
1. Indonesia – 4,76% (Maret 2025)
2. Brunei Darussalam – 4,7% (Desember 2024)
3. Filipina – 3,7% (Juni 2025)
4. Malaysia – 3% (Juni 2025)
5. Myanmar – 3% (Desember 2024)
6. Vietnam – 2,24% (Juni 2025)
7. Singapura – 2,1% (Juni 2025)
8. Timor Leste – 1,6% (Desember 2024)
9. Laos – 1,2% (Desember 2024)
10. Thailand – 0,89% (Maret 2025)
11. Kamboja – 0,27% (Desember 2024)
Di sisi lain, Dana Moneter Internasional (IMF) sebelumnya telah merilis proyeksi yang sedikit berbeda mengenai tingkat pengangguran di Indonesia. Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, IMF memperkirakan bahwa angka pengangguran di Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 5 persen. Bahkan, IMF mencatat adanya tren peningkatan yang berkelanjutan, dengan 4,9 persen pada tahun 2024, 5,0 persen pada tahun 2025, dan diproyeksikan mencapai 5,1 persen pada tahun 2026.
Proyeksi kenaikan ini, menurut IMF, sangat erat kaitannya dengan kondisi ekonomi global yang kembali bergejolak setelah periode stabilisasi pasca-Covid-19. Salah satu faktor pemicu utamanya adalah penerapan kebijakan tarif impor oleh Amerika Serikat yang mulai berlaku pada 2 April 2025. Kebijakan tersebut telah menciptakan ketidakpastian dalam perdagangan internasional dan memperlambat aktivitas sektor riil di berbagai negara, termasuk dampaknya pada ekonomi Indonesia.