IHSG Gagal Tembus 8.000: Profit Taking Jadi Penghalang?

Pinjam Indonesia – , JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru saja menorehkan penguatan signifikan, menembus level 7.931,25 pada perdagangan Kamis, 14 Agustus 2025. Kinerja impresif ini memicu optimisme di kalangan analis pasar modal, yang melihat potensi besar bagi IHSG untuk melanjutkan reli dan menembus ambang 8.000. Kendati demikian, kewaspadaan terhadap potensi aksi ambil untung atau profit taking tetap membayangi pergerakan indeks setelah mencapai level krusial tersebut.

Angga Septianus, Retail Equity Analyst dari Indo Premier Sekuritas, mengungkapkan keyakinannya bahwa peluang IHSG menyentuh level 8.000 sangat terbuka lebar. Proyeksi ini terutama dapat terwujud jika arus dana asing ke pasar modal Indonesia terus mengalir secara konsisten dalam beberapa minggu ke depan, memberikan dorongan kuat bagi indeks. Namun demikian, potensi koreksi jangka pendek akibat profit taking dinilai sangat mungkin terjadi. Angga menambahkan, jika koreksi ini berlangsung secara sehat di tengah fase uptrend, hal tersebut justru dapat menjadi momentum strategis bagi investor untuk melakukan pembelian atau menambah posisi investasi mereka, selama tren kenaikan IHSG tetap terjaga.

Senada dengan pandangan tersebut, Analis MNC Sekuritas, PIK Hijjah Marhama, menyoroti bahwa koreksi jangka pendek setelah IHSG berhasil menembus level 8.000 adalah fenomena yang wajar dalam dinamika pasar. Ia menekankan bahwa selama tidak ada peningkatan ketegangan global yang signifikan dan dengan mempertimbangkan berbagai katalis positif yang mendukung pergerakan IHSG, indeks ini diprediksi akan mampu mempertahankan momentum bullish-nya. Katalis positif ini mencakup musim dividen interim saham-saham bluechip yang akan jatuh pada periode Oktober-Desember 2025, serta ekspektasi kuat terhadap potensi pemangkasan suku bunga acuan.

Menurut Rahma, terlepas dari potensi koreksi, sifatnya akan cenderung sementara mengingat adanya sejumlah faktor pendukung kuat. Ia menegaskan, selama kondisi global stabil dan IHSG berhasil menjaga tren bullish-nya, koreksi akan menjadi peluang dan bukan ancaman serius. Mengenai masuknya dana asing ke pasar modal Indonesia, Rahma menilai bahwa keberlanjutan arus investasi ini memerlukan dukungan pertumbuhan ekonomi domestik yang stabil. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat mengimplementasikan kebijakan fiskal dan moneter yang proaktif dan mampu menjadi stimulus bagi pasar, sehingga menarik minat investor asing secara berkelanjutan.

Rahma mengamati bahwa arus dana asing di Tanah Air saat ini cenderung rapuh dan kurang berkelanjutan, berbeda dengan pola sebelumnya. Ketidakpastian global menjadi salah satu faktor utama yang menjadikan investor asing lebih oportunis dan kurang berkomitmen jangka panjang. Dalam konteks pilihan sektor investasi, Rahma menaruh perhatian pada sektor properti yang dinilai masih memiliki valuasi cukup murah. Selain itu, sektor industrial, dengan saham-saham seperti ASII dan UNTR, juga disebut-sebut menarik karena valuasinya yang terjangkau dibandingkan kinerja fundamentalnya yang solid. Sementara itu, di sektor konsumer siklikal, beberapa saham di industri CPO seperti LSIP dan SIMP masih terlihat menarik, di samping ICBP yang mewakili sektor konsumer secara umum.

Scroll to Top