Pinjam Indonesia – , Jakarta – Pameran otomotif akbar, Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025, kembali menjadi magnet bagi calon pembeli kendaraan baru, terutama segmen mobil listrik. Salah satunya adalah Ayu Anatriera (37), seorang dokter di Jakarta, yang setelah melalui pertimbangan matang dan mendengar berbagai testimoni positif dari rekan-rekannya, akhirnya memantapkan pilihannya pada salah satu merek mobil listrik. “Saya memang ingin membeli mobil listrik. Setelah melakukan penelusuran mendalam, mencari yang paling terjangkau, efisien, dan muat di garasi, pilihan saya jatuh pada BYD,” ujar Ayu saat ditemui di ICE BSD, Sabtu, 26 Juli 2025.
Meskipun telah memiliki satu mobil berbahan bakar bensin, keinginan Ayu untuk memiliki kendaraan listrik sudah ada sejak lama. Ia mengungkapkan, “Mobil listrik akan saya gunakan untuk mobilitas harian karena keunggulan bebas dari kebijakan ganjil-genap.” Sementara itu, mobil bensin miliknya akan dialihfungsikan khusus untuk perjalanan jarak jauh atau ke luar kota. Keputusan Ayu untuk memilih BYD tidak lepas dari rekomendasi yang ia terima; ia menyebutkan bahwa “respon positif terhadap BYD memang lebih banyak.” Akhirnya, pilihannya mengerucut pada BYD Atto 1, model yang kebetulan baru saja diluncurkan di ajang GIIAS 2025.
Tidak ingin melewatkan kesempatan, Ayu segera memanfaatkan fasilitas uji kendaraan yang tersedia di pameran mobil tersebut. Ia bahkan menjadi salah satu yang tergabung dalam kloter pertama pemesanan mobil BYD Atto 1, meskipun baru bisa memperoleh unit impiannya pada bulan Oktober mendatang.
Tren positif terhadap kendaraan listrik juga dirasakan oleh Rahmat Jatiwaluyo (31), warga Tangerang Selatan. Meskipun belum langsung memesan seperti Ayu, kunjungannya ke stan BYD di GIIAS telah memantapkan niatnya untuk segera memiliki mobil listrik dalam waktu dekat. Rahmat datang ke GIIAS memang untuk mengeksplorasi berbagai model kendaraan listrik yang dipamerkan, dengan tujuan mengganti mobil bensinnya dengan kendaraan listrik murni atau Battery Electric Vehicle (BEV).
Bagi Rahmat, salah satu alasan utama beralih ke mobil listrik adalah potensi penghematan biaya transportasi. Ia menghitung, dalam sebulan ia bisa mengeluarkan sekitar Rp 2 juta hanya untuk mengisi bensin. “Biaya mengisi daya (charging) dan bensin, kalau ditotal, jauh lebih murah charger,” jelasnya. Selain efisiensi biaya, kebijakan bebas ganjil-genap juga menjadi daya tarik kuat, ditambah lagi dengan insentif pembelian mobil listrik yang telah digulirkan pemerintah sejak awal tahun ini.
Saat ini, Rahmat masih menimbang antara BYD Atto 1 dan Chery TIGGO Cross. “Harganya menarik, dan nama BYD sudah cukup baik. Di kelasnya, sepertinya dia yang paling menjanjikan saat ini,” tutur Rahmat. Keduanya memang menawarkan varian berbeda; BYD Atto 1 merupakan BEV dengan rentang harga Rp 195–235 juta, sedangkan Chery TIGGO Cross adalah tipe plug-in hybrid vehicle (PHEV) yang dibanderol Rp319,8 juta. Rahmat sendiri telah memiliki pengalaman positif menggunakan motor listrik, yang semakin mendorong keinginannya untuk membeli BEV. Ia juga tidak khawatir dengan infrastruktur pengisian daya mobil listrik yang kerap menjadi pertimbangan calon pembeli. “Setelah punya motor listrik, saya jadi tahu bahwa Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sebenarnya banyak, hanya jenisnya berbeda-beda. Tinggal bagaimana ke depannya ekosistem ini bisa semakin baik,” ujarnya.
Menanggapi fenomena ini, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai bahwa GIIAS memiliki potensi besar untuk mendongkrak penjualan mobil. Pameran otomotif ini kerap menyajikan berbagai penawaran menarik, termasuk potongan harga yang signifikan. “Menurut saya, GIIAS bisa menjadi harapan bagi produsen mobil untuk mendongkrak penjualan yang sedang melambat,” kata Nailul melalui pesan tertulis.
Nailul menjelaskan, ada dua kemungkinan terkait kondisi daya beli masyarakat saat ini. Pertama, masyarakat sengaja menahan pembelian mobil baru untuk menunggu diskon besar yang biasanya ditawarkan di GIIAS. “Pameran di GIIAS biasanya memberikan diskon cukup besar,” imbuhnya. Ia mencontohkan, tahun sebelumnya penjualan mobil di GIIAS melonjak hingga 24 persen. Nailul berpendapat tidak menutup kemungkinan peningkatan penjualan terjadi lagi tahun ini, meskipun mungkin tidak setinggi tahun lalu, salah satunya karena bayang-bayang ketidakpastian ekonomi. Kedua, Nailul juga mengemukakan bahwa lesunya penjualan mobil mungkin disebabkan oleh daya beli masyarakat yang memang merosot, sehingga mengalihkan minat mereka ke mobil bekas. “Meskipun didiskon secara besar-besaran, minat masyarakat akan mobil baru cenderung rendah jika daya beli sedang menurun,” pungkas Nailul.