Elon Musk Rugi Rp198 Triliun! Saham Tesla Anjlok Parah Hari Ini

Kekayaan Elon Musk Rugi Rp198 Triliun

Nilai kekayaan Elon Musk anjlok signifikan, mencapai 12,2 miliar dolar AS atau setara sekitar Rp 198 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.292 per dolar AS), menyusul amblesnya saham Tesla lebih dari 8 persen pada perdagangan Kamis pagi waktu AS (24/7/2025). Penurunan drastis ini terjadi hanya sehari setelah Tesla merilis laporan kinerja keuangan kuartal II-nya, yang juga dibarengi dengan peringatan dari Musk sendiri mengenai potensi tantangan berat di masa depan bagi perusahaannya.

Menurut laporan Forbes pada Kamis (24/7/2025), harga saham Tesla merosot hingga sedikit di atas 303 dolar AS, setelah sebelumnya menunjukkan sinyal pelemahan dalam perdagangan prapembukaan. Kinerja yang kurang memuaskan ini mengindikasikan tekanan besar yang dihadapi produsen kendaraan listrik terkemuka tersebut, terutama setelah mereka mencatat penurunan pendapatan kuartalan terbesar dalam lebih dari satu dekade terakhir. Imbas langsung dari kejatuhan saham ini adalah pemotongan nilai kepemilikan Musk di Tesla—yang mencapai sekitar 12 persen dari total saham—dari 136,3 miliar dolar AS menjadi 124,1 miliar dolar AS. Artinya, kekayaan Elon Musk berkurang sekitar 12,2 miliar dolar AS, atau setara Rp 198,7 triliun, hanya dalam kurun waktu satu hari.

Dalam konferensi telepon dengan para investor pasca-rilis laporan keuangan, Musk secara terus terang menyatakan bahwa Tesla “kemungkinan akan menghadapi beberapa kuartal yang sulit”. Proyeksi ini ia sampaikan seiring dengan akan berakhirnya insentif pajak kendaraan listrik (EV) yang diberikan oleh pemerintah federal AS. Meskipun demikian, Musk tetap berupaya menanamkan optimisme jangka menengah, dengan mengatakan, “Saya akan cukup terkejut jika pada akhir tahun depan, ekonomi Tesla belum terlihat sangat menarik,” sembari tetap mengakui adanya tantangan di periode jangka pendek.

Pernyataan Musk mengenai tantangan mendatang muncul di tengah pusaran ketidakpastian, terutama setelah Presiden Donald Trump menandatangani Undang-Undang bernama “One Big Beautiful Bill”. Undang-undang ini secara krusial menghapus insentif pajak sebesar 7.500 dolar AS yang sebelumnya diberikan kepada konsumen yang membeli atau menyewa kendaraan listrik baru. Kebijakan penting ini dijadwalkan mulai berlaku efektif pada 30 September 2025.

Para analis turut menyoroti dampak kebijakan ini. Alex Potter dari Piper Sandler memprediksi bahwa Tesla kemungkinan besar akan menghadapi banyak pertanyaan terkait hilangnya insentif tersebut. Dalam catatan analisisnya di awal pekan, Potter memperkirakan bahwa insentif pajak ini sebelumnya menyumbangkan sekitar 3,5 miliar dolar AS sebagai “uang gratis” bagi Tesla sepanjang tahun 2024. Meskipun demikian, ia berpandangan bahwa penurunan pendapatan akibat hilangnya insentif ini di tahun-tahun mendatang akan bersifat “moderat” dan tidak memerlukan revisi drastis terhadap proyeksi keuangan perusahaan.

Senada dengan pandangan tersebut, Dan Ives, seorang analis dari Wedbush Securities, mengidentifikasi penghapusan insentif ini sebagai “hambatan” signifikan, tidak hanya bagi Tesla tetapi juga bagi para pesaingnya. Ia menegaskan, “Sumber uang ini tidak lagi jadi bagian besar dari cerita,” merujuk pada kontribusi insentif tersebut. Sepanjang tahun berjalan, saham Tesla telah terkoreksi lebih dari 12 persen. Meskipun sempat menguat dalam beberapa bulan terakhir, terutama setelah Musk tidak lagi menjabat sebagai pegawai pemerintah khusus di pemerintahan Trump, namun ironisnya, sebagian analis justru menilai keterlibatan Musk dalam isu-isu politik menjadi sebuah distraksi. Tim analis dari William Blair, misalnya, bahkan menurunkan peringkat saham Tesla, beralasan bahwa para investor mulai “lelah dengan gangguan yang ditimbulkan” oleh aktivitas non-bisnis Musk.

Menariknya, Musk sempat mengkritik tajam pemangkasan insentif energi bersih, termasuk untuk kendaraan listrik, dengan menyebut kebijakan tersebut “sangat merusak” bagi masa depan AS. Padahal, pada Desember 2024, ia pernah melontarkan pernyataan yang kontradiktif, yakni bahwa “semua insentif sebaiknya dihapus.” Di tengah berbagai tekanan dan volatilitas ini, Musk tak henti mempromosikan visi jangka panjang Tesla. Ia mengungkapkan kepada investor bahwa Tesla menargetkan layanan ride-hailing otonom sepenuhnya dapat diakses di setengah wilayah AS pada akhir tahun 2025. “Itu setidaknya target kami, tentu saja tergantung pada persetujuan regulator,” imbuhnya. Menurut Forbes, hingga penutupan pasar pada Rabu lalu, kekayaan Elon Musk diperkirakan mencapai 414,9 miliar dolar AS, menjadikannya orang terkaya di dunia. Namun, posisinya di puncak bisa terus terancam apabila saham Tesla terus menunjukkan tren pelemahan.

Scroll to Top