Dolar AS Ditinggalkan? Bank Sentral Cari Alternatif Safe Haven!

Pinjam Indonesia – JAKARTA. Pamor dolar Amerika Serikat (AS) terus merosot di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global dan kebijakan kontroversial Negeri Paman Sam. Akibatnya, statusnya sebagai aset safe haven pun mulai dipertanyakan secara serius, terutama setelah sejumlah bank sentral dunia mulai melepaskan cadangan devisa mereka dalam bentuk greenback.

Menurut laporan Bloomberg pada Senin (30/6) pukul 14.20 WIB, Indeks Dolar AS (DXY) berada di level 97,08. Nilainya tercatat turun 0,32% secara harian dan anjlok signifikan hingga 10,39% secara year to date (ytd). Dibandingkan mata uang utama lainnya, dolar AS menunjukkan pelemahan terdalam sejak awal tahun.

Fakta menariknya, sejak awal tahun DXY justru terpantau melemah saat ketegangan global meningkat, sebuah fenomena yang kontradiktif dengan sifat safe haven yang selama ini melekat padanya. Misalnya, pada bulan April, setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif, DXY tergelincir hingga di bawah 100 basis poin. Namun, pada pertengahan Mei, DXY sempat menguat kembali ke level 100 basis poin setelah Trump menunda implementasi kebijakan tarifnya pada beberapa negara, menciptakan suasana global yang lebih kondusif.

Memasuki bulan Juni, DXY kembali menunjukkan pelemahan di tengah memanasnya ketegangan geopolitik di Timur-Tengah. Pasca serangan perdana Israel ke Iran pada 13 Juni 2025, DXY terjungkal ke titik terendahnya sejak awal tahun, mencapai level 97. Meskipun sempat perlahan memulih, nilainya segera kembali turun begitu Amerika Serikat turut terlibat dalam konflik Iran-Israel. Kini, meskipun wacana gencatan senjata telah digaungkan, ketegangan antara kedua belah pihak belum sepenuhnya mereda. Dalam kondisi ini, greenback masih bergerak fluktuatif di level 97.

Menurut analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, sentimen umum terhadap dolar AS saat ini memang cenderung negatif. “Investor mencemaskan kebijakan dan tindakan kontroversial Presiden Donald Trump,” ungkap Lukman Leong kepada Kontan pada Kamis (26/6).

Di bawah kepemimpinan Trump, Lukman Leong menilai bahwa secara fundamental, dolar AS akan terus dibayangi ketidakpastian. Ia memprediksi, jika tidak ada perbaikan signifikan dalam tiga tahun kepemimpinan Trump ke depan, volatilitas ekonomi Amerika Serikat dan global akan senantiasa menekan kinerja dolar AS. “Sentimen paling utama datang dari kebijakan Trump, terutama terkait tarif. Sentimen umum lainnya adalah dedolarisasi dan diversifikasi cadangan devisa ke aset-aset lain,” jelasnya lebih lanjut.

Sejalan dengan hal tersebut, survei dari Official Monetary and Financial Institutions Forum (OMFIF) terhadap 75 bank sentral dunia menunjukkan peningkatan minat yang signifikan untuk melakukan diversifikasi cadangan devisa. Ini terjadi seiring dengan mulai goyahnya fundamental ekonomi global yang selama ini ditopang oleh globalisasi dan dominasi dolar AS. Laporan OMFIF pada 24 Juni 2025 menyebutkan, “Proteksionisme, ketegangan geopolitik, dan kebijakan yang tidak stabil semakin masif terjadi. Dalam kondisi ini, 60% bank sentral yang disurvei berupaya untuk mendiversifikasi portofolionya dalam dua tahun ke depan.”

Secara bertahap, para manajer cadangan devisa yang disurvei berencana mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan beralih ke mata uang lainnya. Dalam portofolio cadangan devisa yang disurvei, persentase dolar AS tercatat menurun drastis menjadi 5% dari sebelumnya 18% pada tahun 2024. Sejalan dengan tren ini, data dari International Monetary Fund (IMF) juga mengindikasikan bahwa proporsi cadangan devisa dolar AS global terus menurun, mencapai 57,80% pada tahun 2024, dibandingkan dengan 65,36% pada tahun 2016. Lukman Leong menilai, data ini menjadi salah satu indikasi nyata lunturnya ketahanan dolar AS. “Umumnya kita melihat persentase cadangan devisa dolar AS untuk menilai statusnya sebagai safe haven. Namun, tren diversifikasi dari dolar AS kini semakin intens,” pungkas Lukman Leong.

Menurut proyeksi Lukman Leong, hingga akhir tahun, ketahanan dolar AS masih akan sangat bergantung pada arah kebijakan Trump. Jika tidak ada perkembangan positif, terutama terkait kebijakan tarifnya, Indeks Dolar AS (DXY) berpotensi menyentuh level 90-92 basis poin.

Table of Contents

Ringkasan

Pamor dolar AS sebagai aset safe haven menurun drastis akibat ketegangan geopolitik dan kebijakan kontroversial AS. Indeks Dolar AS (DXY) anjlok signifikan, menunjukkan pelemahan kontradiktif saat ketegangan global meningkat. Fenomena ini diperparah oleh sejumlah bank sentral yang mulai melepaskan cadangan devisa mereka dalam bentuk greenback.

Sentimen negatif terhadap dolar AS utamanya didorong oleh kebijakan Presiden Donald Trump, khususnya tarif, dan tren dedolarisasi. Survei OMFIF menunjukkan 60% bank sentral berencana diversifikasi cadangan devisa dari dolar, yang telah menurun drastis dalam portofolio global. Proyeksi ke depan menunjukkan ketahanan dolar sangat bergantung pada kebijakan Trump, dengan potensi pelemahan lebih lanjut.

Scroll to Top