PT Diastika Biotekindo Tbk (CHEK), emiten distributor alat kesehatan, resmi menjadi perusahaan tercatat ke-19 di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2025. Debut di lantai bursa pada 10 Juli 2025 lalu menandai langkah awal CHEK untuk melakukan ekspansi bisnis yang lebih agresif.
Dalam Initial Public Offering (IPO) ini, CHEK menawarkan 815 juta saham baru, yang setara dengan 20,04% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga per lembar saham ditawarkan dalam rentang Rp 120 hingga Rp 140. Dari aksi korporasi ini, CHEK berhasil mengumpulkan dana segar antara Rp 97,8 miliar hingga Rp 114,1 miliar.
Direktur Utama CHEK, F.X. Yoshua Raintjung, menyatakan bahwa setelah IPO ini, perseroan akan memfokuskan diri pada pengembangan produk-produk genomik. Teknologi genomik memiliki potensi besar untuk membantu mengidentifikasi predisposisi penyakit pada setiap individu. Selain itu, CHEK juga berencana untuk terlibat dalam berbagai proyek pengadaan alat kesehatan.
Saat ini, CHEK memiliki dua lini usaha utama, yaitu diagnostik klinis (clinical diagnostic) dan ilmu hayati (life science). Lini usaha diagnostik klinis menyediakan berbagai produk untuk mendeteksi, mendiagnosis, dan memantau penyakit pada manusia. Sementara itu, lini usaha ilmu hayati berfokus pada produk yang digunakan dalam laboratorium, ilmu pengetahuan, riset, dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Produk-produk alat kesehatan yang didistribusikan oleh CHEK umumnya memiliki spesifikasi canggih dan berasal dari merek-merek terkemuka seperti Bio-Rad, Siemens, dan Thermo Fisher.
Dana yang diperoleh dari IPO akan dimanfaatkan sebagai modal kerja, termasuk untuk membiayai kegiatan operasional, pembelian barang dagangan, biaya angkut, biaya kantor, biaya penjualan, dan biaya sewa.
Secara khusus, CHEK juga menargetkan untuk berpartisipasi dalam proyek pengadaan program Strengthening Indonesia’s Healthcare Referral Network (SIHREN), Strengthening of Primary Healthcare in Indonesia (SOPHI), dan Indonesia Public Laboratory System Strengthening (In-PLUS) yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan Indonesia. Nilai pengadaan untuk proyek-proyek ini diperkirakan mencapai Rp 100 miliar.
Hingga pertengahan Juni 2025, CHEK telah memenuhi syarat administrasi awal (eligible) dalam proses pengadaan tersebut, namun belum memasuki tahap negosiasi harga atau penetapan pemenang. Dalam program SOPHI, CHEK mengikuti proses pengadaan produk suction pump portable dan telah mengunggah dokumen penawaran pada tanggal 4 Juni 2025.
Selain itu, CHEK juga mengikuti tender pengadaan produk kesehatan HPV-DNA dengan merek DB-XACT yang tercantum di e-Katalog LKPP. Produk ini telah terdaftar sebagai produk alat kesehatan dalam negeri (AKD) dan CHEK berada di peringkat ketiga dalam proses seleksi.
“Jika dibagi antara untuk proyek dan untuk yang reguler, kurang lebih 70% (dana IPO) akan lebih fokus ke proyek,” jelas Yoshua.
Strategi Perusahaan
CHEK saat ini mengklaim telah menguasai 33% pangsa pasar produk pemeriksaan HbA1c merek Bio-Rad, yang digunakan untuk pemeriksaan diabetes. Perseroan mencatat bahwa lebih dari 1,56 juta tes telah dilakukan menggunakan alat hasil distribusi CHEK.
CHEK juga telah menjalin kerjasama dengan sejumlah prinsipal internasional, termasuk Bio-Rad, perusahaan penyedia alat diagnostik klinis asal Amerika Serikat.
Jaringan pelanggan CHEK meliputi rumah sakit daerah maupun swasta, laboratorium klinik, instansi, universitas, balai riset dan pengembangan, serta kementerian pemerintah. Untuk lini usaha life science, CHEK telah melayani perusahaan-perusahaan ternama seperti Indofood, Charoen Pokphand, dan Kimia Farma.
Jangkauan produk-produk CHEK meliputi wilayah Jabodetabek, Jawa, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalimantan, Bali, dan Sulawesi. CHEK juga bekerja sama dengan subdistributor lain di wilayah-wilayah tersebut.
“CHEK juga menambah cakupan pasar dengan masuk ke sektor dinas kesehatan provinsi dan kota melalui mekanisme tender cepat,” ujar Yoshua.
Strategi ini membuahkan hasil positif, dengan CHEK membukukan pendapatan sebesar Rp 78,31 miliar di semester I 2025, meningkat 26,69% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 61,81 miliar. Peningkatan pendapatan tertinggi disumbangkan oleh segmen diagnostik klinis, yang naik menjadi Rp 9,93 miliar dari Rp 59,76 miliar. Segmen life science juga mengalami peningkatan menjadi Rp 9,93 miliar dari Rp 6,98 miliar.
Pada periode yang sama, CHEK berhasil membalikkan kerugian sebesar Rp 1,46 miliar di semester I 2024 menjadi laba sebesar Rp 5,25 miliar pada semester I 2025.
Hingga akhir tahun 2025, CHEK menargetkan pertumbuhan pendapatan sekitar 40%, dengan total pendapatan mencapai Rp 220 miliar, naik dari Rp 154,8 miliar pada tahun sebelumnya.
Untuk mencapai target tersebut, CHEK akan terus meningkatkan efisiensi biaya produksi dan memperkuat layanan purnajual. Secara bersamaan, CHEK akan fokus pada inovasi produk diagnostik dan genomik dengan mengembangkan produk OEM (Original Equipment Manufacturer) atau barang hasil produksi CHEK yang dijual dan diberi merek perusahaan lain yang bersertifikasi TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).
Selain itu, CHEK juga berencana untuk menambah jumlah sales representative dan perusahaan sub distributor di seluruh kota besar di Indonesia, serta menempatkan tim teknis di beberapa lokasi strategis. Yoshua memperkirakan bahwa CHEK akan mulai mengekspor produknya dalam dua tahun mendatang.
Strategi ini juga dilakukan sebagai upaya mengatasi tantangan bisnis CHEK, seperti pelemahan nilai tukar rupiah dan ketatnya persaingan, mengingat CHEK memiliki 4.332 kompetitor di Indonesia.