Bobby Rasyidin Jadi Dirut KAI
Pada 12 Agustus 2025, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI secara signifikan merombak jajaran direksi dan dewan komisarisnya. Keputusan penting yang diambil para pemegang saham ini menunjuk Bobby Rasyidin sebagai Direktur Utama KAI yang baru, menggantikan posisi Didiek Hartantyo yang telah menjabat sejak tahun 2020. Penunjukan ini ditegaskan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Direktur Utama Perusahaan Perseroan (Persero) PT Danantara Asset Management, yang bernomor SK-223/MBU/08/2025 dan SK.038/DI-DAM/DO/2025.
Namun, baru dua hari setelah penunjukannya sebagai orang nomor satu di KAI, nama Bobby Rasyidin langsung menjadi sorotan publik. Ia dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 14 Agustus 2025. Pemanggilan ini terkait dugaan kasus korupsi proyek digitalisasi SPBU Pertamina yang berlangsung antara tahun 2018 hingga 2023, di mana Bobby Rasyidin diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Utama PT Len Industri (Persero).
Profil Bobby Rasyidin
Bobby Rasyidin, yang lahir di Padang pada 31 Oktober 1974, memiliki rekam jejak pendidikan dan karier yang mentereng. Setelah menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Padang pada tahun 1992, ia melanjutkan studi di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan berhasil meraih gelar sarjana di bidang Telekomunikasi pada tahun 1996. Ketajaman intelektualnya tidak berhenti di situ; Bobby kemudian menempuh pendidikan master di University of New South Wales (UNSW) di Sydney, Australia, dan memperoleh gelar Master of Business Administration (MBA) pada tahun 2000.
Perjalanan karier profesional Bobby Rasyidin dimulai pada tahun 1996 ketika ia bergabung dengan Lucent Technologies Indonesia, sebuah perusahaan terkemuka di sektor teknologi telekomunikasi. Di sana, Bobby mengawali perannya sebagai manajer proyek, sebelum kemudian mendalami divisi riset dan pengembangan perusahaan. Pada tahun 2006, ia beralih ke Fujitsu dan turut serta mengembangkan bisnis radar. Setahun kemudian, pada tahun 2007, ia kembali memperkuat jajaran Alcatel-Lucent Indonesia.
Pada tahun 2012, Bobby Rasyidin mencapai salah satu puncak kariernya dengan diangkat sebagai Presiden Direktur PT Alcatel-Lucent Indonesia. Di usia yang relatif muda, 38 tahun, ia menjadi profesional Indonesia pertama yang dipercaya untuk memimpin perusahaan multinasional asal Prancis tersebut, posisi yang ia pegang hingga tahun 2015.
Selain kiprahnya yang cemerlang di dunia telekomunikasi, Bobby Rasyidin juga memiliki pengalaman luas di berbagai sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada Desember 2020, Menteri BUMN Erick Thohir menunjuknya sebagai Direktur Utama PT Len Industri (Persero), yang merupakan induk dari Defend ID, sebuah holding BUMN strategis di sektor pertahanan. Dalam kapasitas tersebut, Bobby memegang peranan krusial dalam mengawasi perusahaan-perusahaan vital yang tergabung dalam Defend ID, termasuk PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia.
Keterlibatan Bobby Rasyidin dalam penyelidikan KPK menjadi inti perhatian publik. Proyek digitalisasi SPBU Pertamina senilai Rp 3,6 triliun, yang menjadi objek kasus dugaan korupsi ini, telah lama menjadi perhatian serius KPK dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dugaan praktik diskriminasi dalam penunjukan PT Telkom Indonesia sebagai pelaksana proyek dinilai telah melanggar ketentuan persaingan usaha yang sehat dan merugikan pelaku usaha lainnya, sebagaimana diungkap oleh KPPU.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, secara resmi mengonfirmasi pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Bobby Rasyidin. Dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 14 Agustus 2025, Budi menyatakan, “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” seraya menambahkan bahwa langkah ini diambil untuk mendalami lebih lanjut kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi SPBU Pertamina periode 2018–2023. Penyelidikan ini juga mencakup pemanggilan beberapa saksi lain, termasuk pejabat dari PT Telkom dan PT Sigma Cipta Caraka, mengindikasikan cakupan investigasi yang komprehensif.