Kepala Bidang Riset dan Kajian Ekonomi Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Aviliani, mengungkapkan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah menjadi salah satu faktor kunci yang mendorong Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate).
“Kalau kita lihat, rupiah cenderung lebih stabil saat ini. Investor asing pun sudah mulai menunjukkan minatnya untuk masuk,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2025, seperti dikutip dari Pinjam Indonesia
Keputusan BI untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5 persen diumumkan setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa dan Rabu kemarin. Bersamaan dengan itu, suku bunga deposit facility juga diturunkan 25 bps menjadi 4,25 persen, dan suku bunga lending facility menjadi 5,75 persen.
Aviliani menambahkan, ketidakpastian ekonomi di Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump turut berperan. “Dengan masa Trump ini, ketidakpastian terus terjadi di AS, kebijakan pun silih berganti. Otomatis, dolar tidak akan ‘pulang kampung’,” jelasnya. “Jadi, dengan rupiah yang stabil, wajar jika BI menurunkan BI-Rate.”
Menyusul penurunan BI-Rate ini, Perbanas berharap Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga akan menurunkan suku bunganya. “Karena kami (perbankan) mengacu pada LPS,” tegasnya.
Lebih lanjut, Aviliani menjelaskan bahwa sektor perbankan kini cenderung tidak lagi menjadikan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai pilihan utama penempatan dana, seiring dengan penurunan imbal hasil instrumen tersebut. BI pun telah mengurangi volume lelang SRBI, dengan posisi terakhir tercatat sebesar Rp 720,01 triliun per 15 Agustus 2025, turun dari Rp 916,97 triliun pada awal Januari 2025.
Di sisi lain, obligasi pemerintah masih menawarkan imbalan sekitar 6,3-6,4 persen. “Jadi, ini masih menjadi pilihan menarik bagi masyarakat, antara menempatkan dana di bank atau membeli obligasi ritel,” ungkap Aviliani.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya menyatakan bahwa masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate. Penurunan suku bunga acuan dari 5,25 persen menjadi 5,00 persen pada Rapat Dewan Gubernur Agustus 2025 ini merupakan yang keempat kalinya sepanjang tahun.
Menurut Perry, arah penurunan BI Rate didasarkan pada proyeksi inflasi dua tahun ke depan, terutama inflasi inti. BI memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 2,5 plus minus 1 persen pada tahun 2025 dan 2026.
“Rendahnya inflasi ini memberikan ruang bagi penurunan suku bunga yang sudah kami lakukan empat kali, dan kami terus mencermati ruang penurunan suku bunga ke depan,” kata Perry dalam konferensi pers daring pada Rabu, 20 Agustus 2025.
Pertimbangan kedua dalam memangkas BI Rate adalah pertumbuhan ekonomi. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan berada di atas titik tengah 4,6-5,4 persen atau sekitar 5,1 persen. Proyeksi ini, menurut Perry, masih berada di bawah kapasitas potensial perekonomian Indonesia, yang dinilai masih lebih besar dari permintaan.