Pinjam Indonesia – JAKARTA. Kinerja emiten sektor pakan ternak dan unggas, atau yang dikenal sebagai industri poultry, diproyeksikan akan mengalami peningkatan profitabilitas yang signifikan pada paruh kedua tahun 2025. Prospek cerah ini didorong oleh serangkaian faktor krusial, meliputi kenaikan harga ayam broiler (live bird/LB), berkurangnya dampak negatif dari impor grandparent stock (GPS) yang terjadi pada tahun sebelumnya, serta lonjakan belanja pemerintah yang menguntungkan sektor ini.
Ekky Topan, seorang Analis Investasi dari Infovesta Kapital Advisori, menegaskan bahwa paruh kedua 2025 menawarkan prospek yang jauh lebih baik bagi sektor poultry dibandingkan semester pertama. Menurut Ekky, pemulihan harga ayam broiler dan DOC (day old chick) sudah mulai terlihat secara bertahap sejak Mei hingga Juni 2025. Pemulihan ini diperkuat oleh intervensi pemerintah yang proaktif, seperti pemusnahan telur tetas (hatching egg), DOC, dan indukan, penetapan harga dasar ayam hidup yang stabil, serta implementasi program penyerapan unggas mati melalui cadangan pangan nasional.
Faktor pendorong utama lainnya adalah perluasan ambisius program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang secara langsung memicu peningkatan permintaan ayam, terutama dari kalangan pelajar. Pemerintah menargetkan jangkauan penerima MBG akan meningkat tajam menjadi 20 juta orang pada Agustus, dan mencapai 82,9 juta orang hingga akhir tahun 2025. Ekspansi program ini diharapkan mampu menstabilkan permintaan unggas sepanjang semester kedua, memberikan dasar yang kuat bagi perbaikan kinerja emiten.
Kendati demikian, prospek positif ini tidak lepas dari sejumlah tantangan. Ekky Topan menyoroti bahwa daya beli masyarakat yang masih cenderung lemah serta fluktuasi harga ayam hidup yang kerap berada di bawah titik impas menjadi penghalang utama. Ia menambahkan, permintaan struktural belum pulih secara organik, dan kondisi pasar saat ini masih menghadapi masalah kelebihan pasokan, yang dapat menekan profitabilitas.
Analis dari BRI Danareksa Sekuritas, Wilastita Muthia Sofi, memberikan gambaran lebih rinci mengenai pergerakan harga. Ia mencatat bahwa harga rata-rata ayam broiler pada Juni 2025 mencapai Rp 17.800 per kilogram, menandai kenaikan 6% secara bulanan (month-on-month/mom) namun masih mengalami penurunan 7% secara tahunan (year-on-year/yoy). Secara triwulanan, harga rata-rata pada kuartal II-2025 berada di angka Rp 16.800 per kilogram, turun 15% secara kuartalan (quarter-on-quarter/qoq) dan 19% yoy. Wilastita sepakat bahwa perbaikan laba pada semester II-2025 akan ditopang oleh perbaikan harga ayam broiler, efek berkurangnya impor GPS, peningkatan belanja pemerintah, serta efektivitas program MBG. Selain itu, biaya pakan diperkirakan tetap menguntungkan berkat program stabilisasi harga jagung lokal oleh pemerintah, dengan proyeksi harga jagung lokal sekitar Rp 5.600 per kilogram dan bungkil kedelai (soybean meal/SBM) di kisaran US$ 324 per ton pada tahun 2025, di tengah prospek ekonomi global yang masih lesu.
Meskipun demikian, Wilastita mengingatkan bahwa risiko terbesar bagi sektor ini mencakup pelemahan daya beli konsumen, gangguan pada pasokan bahan baku, serta potensi intervensi pemerintah yang tidak terduga. Senada dengan itu, Abdul Azis Setyo Wibowo, dari Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, mengamati bahwa kinerja PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) saat ini didukung oleh penurunan harga jagung dan volume penjualan yang stabil. Namun, pertumbuhan pendapatan (top line) kedua emiten ini masih dibatasi oleh daya beli yang belum pulih sepenuhnya. Potensi peningkatan kuota impor juga menjadi ancaman serius, yang berisiko memperparah kondisi kelebihan pasokan di pasar domestik.
Abdul memproyeksikan bahwa kinerja sektor poultry pada kuartal II dan III cenderung melemah akibat normalisasi daya beli masyarakat setelah momen perayaan, yang biasanya menjadi pendorong konsumsi unggas. Di samping itu, curah hujan yang tinggi juga bisa memicu kenaikan harga jagung, menambah tekanan pada biaya produksi. Namun, di tengah tantangan ini, Ekky Topan melihat peluang investasi yang menarik. Dari sisi saham, Ekky menilai posisi saat ini sangat menguntungkan untuk akumulasi. Ia secara spesifik merekomendasikan “beli” untuk saham JPFA, yang telah menunjukkan pembalikan arah dari titik support di Rp 1.440. Jika tren kenaikan berlanjut, saham JPFA berpotensi menguat signifikan menuju Rp 1.650, bahkan Rp 1.840.
Tak hanya JPFA, Ekky juga mencermati pergerakan saham CPIN yang menunjukkan tanda-tanda rebound. Untuk CPIN, target jangka pendek yang bisa diuji adalah level tertinggi sebelumnya di Rp 5.000, dengan potensi jangka panjang mencapai Rp 5.600 apabila momentum kenaikan terus berlanjut. Ini mengindikasikan prospek yang menjanjikan bagi kedua emiten unggas utama di Indonesia.
Ringkasan
Kinerja emiten sektor pakan ternak dan unggas diproyeksikan mengalami peningkatan profitabilitas signifikan pada paruh kedua tahun 2025. Prospek cerah ini didorong oleh kenaikan harga ayam broiler, berkurangnya dampak negatif impor grandparent stock, dan lonjakan belanja pemerintah. Intervensi pemerintah seperti pemusnahan telur tetas dan stabilisasi harga dasar, serta perluasan program Makan Bergizi Gratis, turut mendukung pemulihan permintaan. Program MBG ditargetkan menjangkau 82,9 juta orang hingga akhir tahun 2025.
Namun, tantangan seperti daya beli masyarakat yang masih lemah dan kelebihan pasokan menjadi penghalang utama. Meskipun harga rata-rata ayam broiler pada Juni 2025 mencapai Rp 17.800 per kilogram (naik mom), secara tahunan masih menunjukkan penurunan. Prospek perbaikan laba semester II-2025 juga ditopang oleh biaya pakan yang menguntungkan berkat stabilisasi harga jagung lokal. Analis melihat peluang investasi menarik, merekomendasikan akumulasi saham seperti JPFA dan CPIN.