Alasan BI Optimis: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2024 Capai 5,4%

Pinjam Indonesia – Yogyakarta – Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 4,6% hingga 5,4% pada tahun 2025. Proyeksi optimistis ini didorong oleh sejumlah faktor kunci, demikian disampaikan Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI, Juli Budi Winantya, dalam Pelatihan Wartawan Media Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (22/8/2025).

Juli memaparkan, pertumbuhan investasi dan ekspor yang kuat menjadi pendorong utama. Meskipun Amerika Serikat (AS) memberlakukan tarif resiprokal 19% terhadap produk Indonesia, dampaknya dinilai relatif lebih rendah dibandingkan negara lain. “Kinerja positif investasi pada kuartal II/2025 diproyeksikan berlanjut hingga akhir tahun, demikian pula dengan ekspor, yang tetap diharapkan mampu mendukung investasi dan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Selain itu, belanja pemerintah pada semester II/2025 diperkirakan akan meningkat signifikan dibandingkan semester I/2025. Peningkatan belanja pemerintah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi berada di atas titik tengah proyeksi 4,6%-5,4%. Dari sisi moneter, BI telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak lima kali, masing-masing 25 basis poin (bps), pada September 2024, Januari, Mei, Juli, dan Agustus 2025. Langkah ini, bersamaan dengan penambahan likuiditas, bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada semester II/2025 dan mempertahankan pertumbuhan di atas titik tengah proyeksi tahunan.

: Suku Bunga BI Makin Rendah, Mana yang Lebih Cuan: SBN Ritel SR023 atau Deposito Bank BUMN?

: Gejala Resentralisasi Fiskal di Tengah Ingar-bingar Efisiensi Anggaran

: Proyeksi BI: Defisit Transaksi Berjalan 0,5% – 1% PDB Tahun Ini

Pelonggaran moneter yang dilakukan BI, termasuk penurunan suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam rapat dewan gubernur (RDG) Rabu lalu, mendapat apresiasi dari para ekonom. Ekonom senior Ryan Kiryanto menilai langkah tersebut terukur, konstruktif, dan rasional, mengingat inflasi tetap berada dalam target BI (2,5% ± 1%) dan nilai tukar rupiah relatif stabil.

“Keputusan RDG BI menunjukkan stance yang kuat dan pro-pertumbuhan ekonomi,” ujar Ryan. Risalah RDG juga mengindikasikan kemungkinan penurunan BI Rate lebih lanjut untuk mendorong suku bunga perbankan menjadi lebih akomodatif, sehingga diharapkan dapat meningkatkan permintaan kredit produktif.

Ryan menambahkan bahwa kebijakan pro-pertumbuhan ini sangat relevan dalam menghadapi tantangan tambahan bagi pengusaha, khususnya eksportir, akibat kenaikan tarif resiprokal AS. Ia menekankan pentingnya harmoni kebijakan moneter dan fiskal, didukung oleh kepastian hukum, stabilitas sosial-politik, serta birokrasi dan regulasi yang ramah investor untuk menarik investasi domestik dan asing.

Senada dengan Ryan, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI), Josua Pardede, menilai masih ada ruang untuk pemangkasan suku bunga tambahan hingga akhir 2025. Menurutnya, inflasi terkendali, rupiah stabil, dan pertumbuhan ekonomi masih di bawah potensial, memberikan fleksibilitas bagi BI untuk terus mendukung pemulihan ekonomi. “BI masih punya ruang untuk pemangkasan tambahan 25 bps sampai akhir tahun,” jelas Josua.

Scroll to Top